Rasa Ini
Nhingz, BLOG—Saat ini jika
kalian bertanya tentangnya, aku hanya bisa memaparkan kata-kata berikut.
Bohong, jika aku sudah melupakannya.
Bohong, jika aku berhenti memikirkannya dan tidak
merindukannya.
Dan bohong, jika aku telah mendapatkan penggantinya.
Rasa ini |
Ketika mengangkat
telepon darinya, aku tahu itu suara dia. Tapi berusaha untuk tidak peduli dan
berpura-pura nggak tahu, karena berharap supaya dia bisa jujur. Mungkin ada
sedikit rasa kecewa darinya saat mendengarkan itu.
“Aku Reza, Reza teman SMA mu dulu. Kamu masih ingatkan?” Jelasnya.
Tak ada kata lain yang
keluar dari mulutku, hanya…
“Ohhhh, kamu...” (Memperlihatkan ketidakpedulianku)
Tanpa disadari, aku tiba-tiba meneteskan air mata.
“Apa karena aku sangat merindukannya, sampai-sampai aku seperti ini.” Pikirku
Iyah, aku begitu
merindukannya. Sudah 2 tahun terlewati terakhir aku menatap wajahnya. Dia dulu
adalah teman spesialku, teman yang menemani hari-hariku ketika menjalani masa
SMA, teman yang sangat baik, perhatian, dan mampu melakukan apa saja untukku.
Meski banyak masalah yang timbul saat kami bersama, tapi kami bis.a
menyelesaikannya dan saling menghargai pendapat satu sama lain.
Tapi ternyata hal itu
tidak berlangsung lama. Perpisahanpun terjadi ketika selesai menjalani UAN di
SMA, sekitar tahun 2010. Aku memutuskan untuk menjalani kulyah di luar kota
(istilahnya ingin merantau), di kota Makassar. Saat aku memberitahu ke dia,
dari raut wajahnya dia agak kecewa, kemudian dia melontarkan beberapa
pertanyaan.
“Apa harus kamu pergi kesana?”
“Kenapa nggak kulyah disini saja?”
Akupun berusaha
menjelaskannya, kalau aku harus kesana,
aku akan mengambil program Fisika di Universitas Negeri. Di kota ini nggak ada
kampus yang buka untuk jurusan itu dan disini juga nggak ada kampus yang
berlabel Negeri.
Mendengar penyataan
itu, dia hanya terdiam. Lama kelamaan, dia memulai berbicara.
“Apa kamu akan mengakhiri tentang kita?” Tanyanya
Aku hanya tersenyum
memandangnya, kemudian berusaha menguatkan dirinya.
“Aku nggak tahu, aku nggak bisa berjanji, kalau memang takdir-Nya mempersatukan kita kembali kita pasti akan bersama. Tapi aku nggak tahu kapan waktu itu, karena waktu akan terus berlalu. Aku harap kamu bisa mengerti…” Jelasku.
***
“Hallo,,, Nhingz…” Ucapnya.
Mendengarnya kembali,
aku pun tersadar dari lamunanku. Aku segera menjawabnya iyah. Kemudian aku
mulai memberankan diri untuk bertanya keadaannya. Dia masih seperti dulu, sebelum
bercerita dia akan balik bertanya. Menanyakan dulu keadaanku baru bercerita
tentang keadaannya. Setelah aku bercerita tentang keadaanku, kemudian ia
bercerita tentang keadaannya. Aku lega mendengar kalau dia dan keluarganya
baik-baik saja.
Supaya rasa ini nggak Nampak,
aku berusaha untuk tetap tegar dan memendamnya. Seraya mendengarkan dia
bercerita, karena tak mampu lagi untuk memendamnya aku segera ingin mengeluarkan
air mataku (menangis). Supaya dia nggak tahu hal ini, aku segera memberitahukan
bahwa ada dosen yang masuk ke ruanganku dan mematikan handphoneku. Kemudian
akupun menangis,,,, hiksssss….. Hingga terhenti ketika salah-satu teman
melihatku dan berharap agar aku bercerita ke dia.
0 comments:
Posting Komentar