Manusia dan Keyakinan
A. Latar
belakang
Dalam setiap diri manusia
pasti mempunyai rasa yakin akan suatu hal atau beberapa hal. Hal itu merupakan
buah dari satu kepercayaan dalam diri individu manusia itu sendiri. Dengan
adanya keyakinan, manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya sesuatu
yang akan membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus
memiliki pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan
orang tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia
mengalami hal yang di yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara
untuk mengatasinya. Rasa itu adalah gairah manusia dalam kesulitan. Manusia
akan berpikir untuk memohon bantuan kepada yang dianggapnya dan diyakini bisa
membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia akan meminta
pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana kita
tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun
yng terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki
keyakinan atas adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka
kita tidak boleh ragu akan segala ketentuan-Nya. Apapun yang terjadi di dunia
ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak berkehendak maka sesuatu itu
tidak akan terjadi. Namun dalam kenyataannnya sekarang manusia sepertinya telah
meragukan adanya kekuasaan sang pencipta. Terlihat dari suatu ritual yang tidak
masuk akal yaitu melakukan ritual tolak
bala, dimana ritual ini bermaksud agar “penjaga” gunung merapi tidak murka
terhadap penduduk ( sehingga gunung merapi tidak meletus). Ini terlihat pada
kejadian Gunung merapi di Yogyakarta banyak penduduk yang merasa ketakutan dan
kecemasan sehingga melakukan upacara tolak bala. Kami mengangkat kasus ini
dikarenakan manusia kehilangan arah keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa
yang menjadi keyakinan mereka, tetapi dikarenakan mereka merasa ketakutan dan
kecemasan sehingga mereka menaruh keyakinan pada upacara tolak bala gunung
merapi untuk terhindar dari musibah yang akan terjadi. Agar masyarakat
mengetahui bagaimana yang baik dan buruk tentang keyakinan maka perlu dilakukan
pembahasan yang mengkaji dasar-dasar keyakinan manusia sehingga dapat
meluruskan keyakinan yang seharusnya dijalani oleh masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Apa arti dari keyakinan?
3. Sebutkan dua macam keyakinan (agama)
yang diyakini oleh manusia?
C. Pembahasan
1. PENGERTIAN MANUSIA
Manusia atau orang
dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran.
Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa
Latin untuk
manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam
hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana,
dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan
kekuatan ketuhanan atau makhluk
hidup;
dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan
ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka
dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam
masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama
lain serta pertolongan. Penggolongan manusia yang paling utama adalah
berdasarkan jenis
kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki
dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa
sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa
sebagai wanita (Narwoko, 2004: 132).
Manusia
adalah mahluk yang luar biasa kompleks, dimana merupakan paduan antara mahluk
material dan mahluk spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena
manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan dirinya.
Menurut (http://id.scrib.com/2010/manusia-keyakinan-html), Berikut
ini adalah pengertian dan definisi manusia menurut beberapa ahli antara lain
sebagai berikut::
a.
Nicolaus
d. & a. Sudiarja: Manusia adalah bhineka, tetapi
tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena
jasmani dan rohani merupakan satu barang .
b.
Abineno j.
I: Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan
bukan "jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang
fana".
c.
Upanisads: Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan
prana atau badan fisik.
d.
Sokrates: Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku
datar dan lebar.
e.
Kees
Bertens: Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2
unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan,
f.
I Wayan Watra: Manusia
adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan
karsa.
g.
Omar
Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany: Manusia adalah mahluk yang paling
mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang
memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya
dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan,
h.
Erbe
Sentanu: Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya.
Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna
dibandingkan dengan mahluk yang lain.
i.
Paula j. C & janet w. K: Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi,
mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut
menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan
Penggolongan manusia yang paling utama adalah
berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak
yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya,
berdasarkan ciri-ciri fisik (warna
kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama
(penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ),
hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri,
keluarga angkat, keluarga asuh; teman;
musuh) dan lain sebagainya.
2. Keyakinan atau
Kepercayaan
Kepercayaan adalah rasa yang dimiliki tiap individu manusia untuk yakin
bahwa sesuatu akan membantu manusia tersebut. Dalam diri manusia masing-masing
pasti merasakan akan adanya yang menguasai seluruh alam semesta ini. dengan
perasaan itu akan menghasilkan sebuah kepercayaan. yaitu hanya Tuhan Yang Maha
Esa.
Keyakinan yang kebanyakan kita jalani
merupakan suatu keyakinan yang diturunkan secara turun – temurun dari orang tua
atau pendahulu kita sebelumnya yang beregenerasi pada kita kini dan mungkin
pada anak-cucu nanti. Karena mau atau tidak mau serta langsung atau tak
langsung setiap orang tua dan para pendahulu kita akan menelurkan sebuah kosep
tentang ideologi hingga konsep tentang sebuah keyakinan. Di pungkiri atau
tidak, inilah realita yang banyak terjadi dalam tatanan masyarakat dan kultur
budaya kita. Dimana orang tua layaknya seorang dalang yang memiliki otoritas
penuh terhadap anaknya tanpa si orang tua tersebut sempat dan mau berfikir
tentang makna sebuah hati dan pikiran seorang anak. Setiap manusia yang
terlahir sebagai khalifah dan hidup dengan hati dan pikirannya masing – masing.
Keyakinan berasal dari ekspresi dari pengalaman peristiwa eksternal.
Dari pengalaman masa lalu, orang percaya bahwa awal gelap dapat menghasilkan
hujan, karena itu berusaha untuk memprediksi cuaca dengan perkiraan dengan
peristiwa amsa lalu. Memang maksud dari keyakinan bertujuan untuk memprediksi
masa depan dalam beberapa bentuk atau lainnya, namun akan percaya bahwa suatu
peristiwa akan terjadi dapat menghasilkan kekecewaan jika prediksi tidak pernah
terjadi. Untuk membuat prediksi berdasarkan peristiwa masa lalu saja tidak
memrlukan percaya di masa depan, melainkan menebak yang baik seperti apa
mungkin atau tidak mungkin terjadi. Kita banyak menghilang dari banyak
keyakinan sederhana dengan mengganti kata percaya
dengan kata berpikir. Kata berpikir menggambarkan proses mental
memprediksi bukan mengandalkan abstrak keyakinan yang mencerminkan sebuah
harapan yang tidak mungkin terjadi.
Kepercayaan merupakan jenis pemikiran mental yang sadar, sebuah subclass
dari berbagai jenis aktivitas mental. Thinking may
or may not include beliefs or faiths. Berpikir mungkin atau mungkin
tidak mencakup keyakinan atau agama. Therefore,
when I use the word "think" I mean it to represent thought absent of
belief. Karena itu, ketika saya menggunakan kata "berpikir"
Aku bersungguh-sungguh untuk mewakili absen memikirkan keyakinan.
Berbicra tentang keyakinan, maka tidak dapat dilepaskan dari doktrin –
doktrin dan dogma yang membelunggu serta membalutnya dalam konsep sebuah agama
dan budaya kita. Dan berbicara mengenai agama, maka kita harus melihat definisi
universal tentang pengartian agama itu sendiri. Dimana agama berasal dari kata
A yang berarti tidak dan GAMA yang artinya adalah kacau balau, hancur, chaos,
dan lainnya yang berkonotasi negatif. Sehingga
agama terlahir memiliki peran dan fungsinya agar manusia tidak kalau – balau
dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
3.
Dua Macam Keyakinan (Agama) yang
Diyakini Oleh Manusia
Menurut (http://www.googleusercontent.com/2009/agama-agama-html), Secara garis besar agama dibedakan
menjadi dua, yaitu ;
1. Agama Samawi atau Arrat yang kita
kenal sebagai agama TUHAN, agama ini diberikan oleh tuhan kepada hamba-NYA yang
disampaikan melalui sang pembawa pesan “wahyu” yang kita kenal dengan sebutan
”MALALIKAT” kepada utusannya atau yang dikatakan sebagai RASUL.
2. Agama Kebudayaan atau Culture Religion, yaitu agama yang aturan mainnya dibuat oleh kita “manusia” melalui cipta,
karya dan karsa atau budi pekerti dengan tujuan sama, yaitu pengakuan dan
kepasrahan terhadap Zat yang memiliki kekuatan tunggal pengatur semesta raya
ini. Dengan kata lain, agama yang dihasilkan dari prosesi hidup dan olah bathin
si manusiannya dan hingga kini diturunkan secara genetis pada generasi- generasi
berikutnya dan mungkin termasuk kita.
Pada dasarnya semua agama itu baik dan dengan tujuan
yang baik pula, yaitu penyerahan diri atas keagungan sang tunggal sebagai radja
diatas segala radja penguasa alam semesta yang menguasai semesta beserta
ciptaan-Nya tanpa adanya kelemahan dalam diri-Nya.
Begitu pula tentang konsep dasar sebuah keyakinan adalah pengakuan atas
sebuah Hak yang Khalik yang diyakini sebagai pencipta alam semesta ini beserta
isinya lengkap dengan kita “manusia dalam batasan seorang hamba”. Dan atas hal inilah, maka terlahir
suatu dogma – dogma atau doktrin – doktrin yang terlahir dan memang harus
dilahirkan tentang sebuah agama yang dapat dijadikan aturan main serta landasan
dalam beragama, seperti adanya hari akhir dan pembalasan, dimana pada hari itu
semua manusia dikumpulkan dalam satu titik untuk mempertanggung jawabkan segala
perbuatannya selama hidup. Adanya hal – hal baik yang digambarkan dengan alam
kenikmatan tanpa batas atau bahkan sebaliknya, danya makna tentang teori sebab
dan akibat yang dibalut dengan nama dosa dan pahala, makna sebuah kesucian dan
ritualisasi yang dijalani hingga pengaplikasian tentang konsep ketuhanan.
Keterbatasan yaang dimiliki manusia yang terbelenggu dalam bentuk panca
indera untuk menjangkau hal yang bersifat irrasional dan tak terdefinisikan
inilah yang akhirnya harus mengakui adanya Tuhan atau adanya sebuah kekuatan
ghaib serta unsur magis yang mempengaruhinya. Sebagai
contoh, dahulu, jika terjadi letusan gunung, maka penduduk yang tinggal
disekitar gunung menganggap gunung yang memberinya kesejahteraan sedang murka
atau marah pada penduduk sekitar sehingga dilakukannya persembahan kepada
gunung tersebut dengan tujuan gunung tersebut setelah dikramatkan atau
disucikan akan memberi berkah kepada penduduk yang tinggan disekitarnya. Atau
bahkan pada laut, pohon tua yang besar dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal
tersebut dilakukan karena apa yang dialami penduduk sekita gunung memiliki
keterbatasan pemikiran dan belum adanya teknologi yang memadai untuk meneliti
faktor penyebab terjadinya letusan gunung tersebut. Tetapi kini dengan adanya
teknologi yang canggih, maka faktor yang menyebabkan terjadinya letusan gunung
dapat diteliti hingga gejala – gejala gunung tersebut akan meletus. Tetapi hal
yang sudah menjadi sebuah ritualisasi yang telah dilakukan sejak lama tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kita kini. Karena dengan adanya
teknologi yang canggih pun tetap tidak dapat mengidentifikasi adanya unsur
ghaib yang dapat menggambarkan tentang konsep tuhan. Yah lagi – lagi karena
keterbatasan yang dimilki oleh manusia atau mungkin karena Tuhan tidak ingin
ada seorang pun yang dapat menebak teka – teki silang yang digulirkan pada
hamba-Nya didunia ini.
Keterbatasan yang dimiliki kita “partikel kecil yang
mewarnai semesta” inilah yang mendorong lahirnya sebuah keyakinan hingga kini
lengkap dengan doktrin serta aturan main atas tauhidiyah, moralitas atau
hubungan terhadap sesama, hukum akhir yang tak pernah kita ketahui atau mungkin
dengan konsep tauhid tingkat tinggi disebut dengan keikhlasan dan kepasrahan
tanpa batas. Yah itulah yang sering disebut – sebut dalam sebuah mimbar diskusi
keagamaan dan ceramah umum yang diberikan.
Adanya pengakuan terhadap ke-Esa-an Tuhan dengan dasar
agar memperoleh keselamatan dalam hidup, penyerahan diri atas kelemahan yang
kita miliki, menjaga keseimbangan antara nafsu, ambisi melalui proses ritualisasi
tersendiri serta adanya hukum sebab – akibat yang selalu didendangkan oleh para
pendahulu dan orang tua kita bahkan mungkin oleh kita nanti pada anak – cucu
kita secara tidak langsung kita pun telah menelurkan konsep sebuah keyakinan
lengkap dengan doktrin dan dogma yang kita anut dengan tujuan agar anak – cucu
kita mengikuti jejak derap langkah kaki kita dalam berkeyakinan. Tanpa adanya
sebuah paksaan dan dengan keikhlasan yang terpaksa sertra tanpa adanya sebuah
pertanyaan kecil yang dapat mengelitik tenlinga orang tua dari seorang anak
mengapa kita harus menganut sebuah agama A atau agama B. Karena manusia memiliki
nalar yang terasah secara alami tentang konsep sebuah agama da keyakinan, yaitu
jika kita bertanya hal seperti itu nanti dapat membuat murka orang tua dan
berdosa.
4. Cara-cara
Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-nya)
Menurut (http://Id.Shvoong.Com/2008/-keyakinan-Html), terdapat empat cara-cara manusia meyakini dan
merealisasikan suatu perintah dari Penciptanya sebagai berikut:
1. Sembah Raga
Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak
laku badaniah atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama
dengan sembahyang biasa, yaitu dengan mempergunakan air (wudhu). Sembah yang
demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman
secara tepat, tekun dan terus menerus Sembah raga, sebagai bagian pertama dari
empat sembah yang merupakan perjalanan hidup yang panjang ditamsilkan sebagai
orang yang magang laku (calon pelaku atau penempuh perjalanan hidup
kerohanian), orang menjalani tahap awal kehidupan bertapa,Sembah ini didahului
dengan bersuci yang menggunakan air, Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan
sehari semalam lima kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah
ini telah ditetapkan waktu-waktunya lima kali dalam sehari semalam. Sembah raga
yang demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada henti (wantu) seumur
hidup. Dengan keharusan memenuhi segala ketentuan syarat dan rukun yang wajib
dipedomani (wataking wawaton). Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani.
Tanpa mempedomani syarat dan rukun, maka sembah itu tidak sah. Sembah raga
tersebut, meskipun lebih menekankan gerak laku badaniah, namun bukan berarti
mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang laku selain ia menghadirkan
seperangkat fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek spiritualnya
sehingga ia meningkat ke tahap kerohanian yang lebih tinggi.
2. Sembah
Cipta (Kalbu)
Sembah ini kadang-kadang
disebut sembah cipta dan kadang-kadang disebut sembah kalbu, Apabila cipta mengandung
arti gagasan, angan-angan, harapan atau keinginan yang tersimpan di dalam hati,
kalbu berarti hati , maka sembah cipta di sini mengandung arti sembah kalbu
atau sembah hati, bukan sembah gagasan atau angan-angan.
Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa ( suci tanpa air dengan menjaga kalbu / hati ). Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat. Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua, membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina. Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah pada Nabi dan Shiddiqin…
Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa ( suci tanpa air dengan menjaga kalbu / hati ). Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat. Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua, membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina. Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah pada Nabi dan Shiddiqin…
Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut
Al-Ghazali masih menekankan bentuk lahiriah berupa hadats dan najis yang
melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh anggota
tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran yang kedua
dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan menjauhkan diri dari
pelanggaran dan dosa. Thaharah yang
ketiga dan keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi dengan membersihkan hati
dari budi jahat dan mengosongkan hati dari apa saja yang selain Allah.
3. Sembah Jiwa
Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang
Sukma (Allah) dengan mengutamakan peran jiwa. Jika sembah cipta (kalbu)
mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam dengan
menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh
tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus,
sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting, ini disebut pokok
tujuan atau akhir perjalanan suluk, Inilah akhir perjalann hidup batiniah. Cara
bersucinya tidak seperti pada sembah raga dengn air wudlu atau mandi, tidak
pula seperti pada sembah kalbu dengan menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan
awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada keadaan alam baka/langgeng), alam
Ilahi. Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu, ditinjau dari segi
perjalanan suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan
sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara
pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan
menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh
jahat hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan
sembah ketiga menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada
Allah seraya mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.
Pelaksanaan sembah jiwa ialah dengan berniat
teguh di dalam hati untuk mengemaskan segenap aspek jiwa, lalu diikatnya
kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai tanpa melepaskan
apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian triloka (alam semesta)
tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan jagad kecil digulungkan
disatupadukan. Di situlah terlihat alam yang bersinar gemerlapan. Maka untuk menghadapi
keadaan yang menggumkan itu, hendaklah perasaan hati dipertebal dan diperteguh
jangan terpengaruh apa yang terjadi.
4. Sembah Rasa
Sembah rasa ini berlainan dengan
sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan kepada rasa cemas. Sembah yang keempat
ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan intisari kehidupan makhluk
semesta alam, Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan alat
batin kalbu atau hati seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti
menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau ruh, maka sembah rasa berarti
menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat batin yang
belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus ( lubuk hai
yang paling dalam/ inti ruh yang paling halus ). Karena didalam diri manusia terdapat tiga
buah alat batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan inti jiwa/inti ruh (telengking kalbu
atau wosing jiwangga) yang memperlihatkan susunan urutan kedalaman dan
kehalusannya. Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan petunjuk dan
bimbingan guru seperti ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus dilakukan salik
sendiri dengan kekuatan batinnya. Apabila sembah jiwa dipandang sebagai sembah
pada proses pencapaian tujuan akhir perjalanan suluk (pepuntoning laku), maka
sembah rasa adalah sembah yang dilakukan bukan dalam perjalanan suluk itu,
melainkan sembah yang dilakukan di tempat tujuan akhir suluk. Dengan kata lain,
seorang salik telah tiba di tempat yang dituju. Dan di sinilah akhir perjalanan
suluknya. Untuk sampai di sini, seorang salik masih tetap dibimbing gurunya
seperti telah disebut di muka. Setelah ia diantarkan sampai selamat oleh
gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah yang keempat, maka
selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa..
Pada tingkatan ini, seorang salik dapat
melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-petunjuk gurunya. Pada tingkat
ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh karena itu, ia
dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan mempergunakan
aspek-aspek batiniahnya sendiri. Di sini, dituntut kemandirian, keberanian dan
keteguhan hati seorang salik, tanpa menyandarkan kepada orang lain. Kejernihan
batinlah yang menjadi modal utama. Sembah
ini sungguh sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-kata, tidak dapat
pula dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus
merampungkannya sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan
kecintaan yang mendalam untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi
dan berjalan menuju kesempurnaan dan kesemuanya itu tergantung pada diri
sendiri.
D. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang ditarik oleh penulis pada makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1. Manusia adalah mahluk yang paling
mulia, mahluk yang berfikir, dan mahluk yang
memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya
dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
2. Keyakinan (Kepercayaan) adalah rasa yang dimiliki tiap individu manusia
untuk yakin bahwa sesuatu yang menciptakannya (Tuhan Yang maha Esa) akan membantu
manusia.
3. Dua agama yang
diyakini oleh manusia yaitu:
a. Agama Samawi
b. Agama Kebudayaan atau
Culture Religion
4. Empat cara manusia
Merealisasikan Perintah Tuhan-nya sebagai berikut:
a. Sembah Raga
b. Sembah Cipta
(Kalbu)
c. Sembah Jiwa
d. Sembah Rasa
E. Saran
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini
masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu saran dan bimbingan dari para bapak ibu dosen selaku pembina,
kami harapkan demi kesempurnaan karya penulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scrib.com/2010/manusia-keyakinan-html/ 12 Desember 2011.
http://Id.Shvoong.Com/2008/-keyakinan-Html/ 30 November 2011.
http://www.googleusercontent.com/2009/agama-agama-html/ 30 November 2011.
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto,
Bagong. 2004. Sosialogi; Teks Pengantar
dan Terapan. Jakarta: Kencana.
0 comments:
Posting Komentar