Manusia dan Keyakinan

Oktober 12, 2012 0 Comments

A. Latar belakang

Dalam setiap diri manusia pasti mempunyai rasa yakin akan suatu hal atau beberapa hal. Hal itu merupakan buah dari satu kepercayaan dalam diri individu manusia itu sendiri. Dengan adanya keyakinan, manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya sesuatu yang akan membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus memiliki pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan orang tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia mengalami hal yang di yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara untuk mengatasinya. Rasa itu adalah gairah manusia dalam kesulitan. Manusia akan berpikir untuk memohon bantuan kepada yang dianggapnya dan diyakini bisa membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia akan meminta pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana kita tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun yng terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki keyakinan atas adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka kita tidak boleh ragu akan segala ketentuan-Nya. Apapun yang terjadi di dunia ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak berkehendak maka sesuatu itu tidak akan terjadi. Namun dalam kenyataannnya sekarang manusia sepertinya telah meragukan adanya kekuasaan sang pencipta. Terlihat dari suatu ritual yang tidak masuk  akal yaitu melakukan ritual tolak bala, dimana ritual ini bermaksud agar “penjaga” gunung merapi tidak murka terhadap penduduk ( sehingga gunung merapi tidak meletus). Ini terlihat pada kejadian Gunung merapi di Yogyakarta banyak penduduk yang merasa ketakutan dan kecemasan sehingga melakukan upacara tolak bala. Kami mengangkat kasus ini dikarenakan manusia kehilangan arah keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi keyakinan mereka, tetapi dikarenakan mereka merasa ketakutan dan kecemasan sehingga mereka menaruh keyakinan pada upacara tolak bala gunung merapi untuk terhindar dari musibah yang akan terjadi. Agar masyarakat mengetahui bagaimana yang baik dan buruk tentang keyakinan maka perlu dilakukan pembahasan yang mengkaji dasar-dasar keyakinan manusia sehingga dapat meluruskan keyakinan yang seharusnya dijalani oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Apa arti dari keyakinan?
3. Sebutkan dua macam keyakinan (agama) yang diyakini oleh manusia?
4. Bagaimanakah cara manusia merealisasikan perintah dari keyakinannya (Pencipta)?

C. Pembahasan

    1. PENGERTIAN MANUSIA
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan. Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita (Narwoko, 2004: 132).
Manusia adalah mahluk yang luar biasa kompleks, dimana merupakan paduan antara mahluk material dan mahluk spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan dirinya.
Menurut (http://id.scrib.com/2010/manusia-keyakinan-html), Berikut ini adalah pengertian dan definisi manusia menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut::
a.   Nicolaus d. & a. Sudiarja: Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang .
b.   Abineno j. I: Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana".
c.   Upanisads: Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan fisik.
d.   Sokrates: Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar.
e.   Kees Bertens: Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan,
f.     I Wayan Watra: Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa.
g.   Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany: Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan,
h.   Erbe Sentanu: Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain.
i.     Paula j. C & janet w. K: Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan
                  Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
    Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik  (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat,  keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
2. Keyakinan atau Kepercayaan
     Kepercayaan adalah rasa yang dimiliki tiap individu manusia untuk yakin bahwa sesuatu akan membantu manusia tersebut. Dalam diri manusia masing-masing pasti merasakan akan adanya yang menguasai seluruh alam semesta ini. dengan perasaan itu akan menghasilkan sebuah kepercayaan. yaitu hanya Tuhan Yang Maha Esa.
     Keyakinan yang kebanyakan kita jalani merupakan suatu keyakinan yang diturunkan secara turun – temurun dari orang tua atau pendahulu kita sebelumnya yang beregenerasi pada kita kini dan mungkin pada anak-cucu nanti. Karena mau atau tidak mau serta langsung atau tak langsung setiap orang tua dan para pendahulu kita akan menelurkan sebuah kosep tentang ideologi hingga konsep tentang sebuah keyakinan. Di pungkiri atau tidak, inilah realita yang banyak terjadi dalam tatanan masyarakat dan kultur budaya kita. Dimana orang tua layaknya seorang dalang yang memiliki otoritas penuh terhadap anaknya tanpa si orang tua tersebut sempat dan mau berfikir tentang makna sebuah hati dan pikiran seorang anak. Setiap manusia yang terlahir sebagai khalifah dan hidup dengan hati dan pikirannya masing – masing.
   Keyakinan berasal dari ekspresi dari pengalaman peristiwa eksternal. Dari pengalaman masa lalu, orang percaya bahwa awal gelap dapat menghasilkan hujan, karena itu berusaha untuk memprediksi cuaca dengan perkiraan dengan peristiwa amsa lalu. Memang maksud dari keyakinan bertujuan untuk memprediksi masa depan dalam beberapa bentuk atau lainnya, namun akan percaya bahwa suatu peristiwa akan terjadi dapat menghasilkan kekecewaan jika prediksi tidak pernah terjadi. Untuk membuat prediksi berdasarkan peristiwa masa lalu saja tidak memrlukan percaya di masa depan, melainkan menebak yang baik seperti apa mungkin atau tidak mungkin terjadi. Kita banyak menghilang dari banyak keyakinan sederhana dengan mengganti kata percaya dengan kata berpikir. Kata berpikir menggambarkan proses mental memprediksi bukan mengandalkan abstrak keyakinan yang mencerminkan sebuah harapan yang tidak mungkin  terjadi.
     Kepercayaan merupakan jenis pemikiran mental yang sadar, sebuah subclass dari berbagai jenis aktivitas mental. Thinking may or may not include beliefs or faiths. Berpikir mungkin atau mungkin tidak mencakup keyakinan atau agama. Therefore, when I use the word "think" I mean it to represent thought absent of belief. Karena itu, ketika saya menggunakan kata "berpikir" Aku bersungguh-sungguh untuk mewakili absen memikirkan keyakinan.
      Berbicra tentang keyakinan, maka tidak dapat dilepaskan dari doktrin – doktrin dan dogma yang membelunggu serta membalutnya dalam konsep sebuah agama dan budaya kita. Dan berbicara mengenai agama, maka kita harus melihat definisi universal tentang pengartian agama itu sendiri. Dimana agama berasal dari kata A yang berarti tidak dan GAMA yang artinya adalah kacau balau, hancur, chaos, dan lainnya yang berkonotasi negatif. Sehingga agama terlahir memiliki peran dan fungsinya agar manusia tidak kalau – balau dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
3.  Dua Macam Keyakinan (Agama) yang Diyakini Oleh Manusia
Menurut (http://www.googleusercontent.com/2009/agama-agama-html), Secara garis besar agama dibedakan menjadi dua, yaitu ;
1.  Agama Samawi atau Arrat yang kita kenal sebagai agama TUHAN, agama ini diberikan oleh tuhan kepada hamba-NYA yang disampaikan melalui sang pembawa pesan “wahyu” yang kita kenal dengan sebutan ”MALALIKAT” kepada utusannya atau yang dikatakan sebagai RASUL.
2.  Agama Kebudayaan atau Culture Religion, yaitu agama yang aturan mainnya dibuat oleh kita “manusia” melalui cipta, karya dan karsa atau budi pekerti dengan tujuan sama, yaitu pengakuan dan kepasrahan terhadap Zat yang memiliki kekuatan tunggal pengatur semesta raya ini. Dengan kata lain, agama yang dihasilkan dari prosesi hidup dan olah bathin si manusiannya dan hingga kini diturunkan secara genetis pada generasi- generasi berikutnya dan mungkin termasuk kita.
Pada dasarnya semua agama itu baik dan dengan tujuan yang baik pula, yaitu penyerahan diri atas keagungan sang tunggal sebagai radja diatas segala radja penguasa alam semesta yang menguasai semesta beserta ciptaan-Nya tanpa adanya kelemahan dalam diri-Nya.
Begitu pula tentang konsep dasar sebuah keyakinan adalah pengakuan atas sebuah Hak yang Khalik yang diyakini sebagai pencipta alam semesta ini beserta isinya lengkap dengan kita “manusia dalam batasan seorang hamba”. Dan atas hal inilah, maka terlahir suatu dogma – dogma atau doktrin – doktrin yang terlahir dan memang harus dilahirkan tentang sebuah agama yang dapat dijadikan aturan main serta landasan dalam beragama, seperti adanya hari akhir dan pembalasan, dimana pada hari itu semua manusia dikumpulkan dalam satu titik untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama hidup. Adanya hal – hal baik yang digambarkan dengan alam kenikmatan tanpa batas atau bahkan sebaliknya, danya makna tentang teori sebab dan akibat yang dibalut dengan nama dosa dan pahala, makna sebuah kesucian dan ritualisasi yang dijalani hingga pengaplikasian tentang konsep ketuhanan.
Keterbatasan yaang dimiliki manusia yang terbelenggu dalam bentuk panca indera untuk menjangkau hal yang bersifat irrasional dan tak terdefinisikan inilah yang akhirnya harus mengakui adanya Tuhan atau adanya sebuah kekuatan ghaib serta unsur magis yang mempengaruhinya. Sebagai contoh, dahulu, jika terjadi letusan gunung, maka penduduk yang tinggal disekitar gunung menganggap gunung yang memberinya kesejahteraan sedang murka atau marah pada penduduk sekitar sehingga dilakukannya persembahan kepada gunung tersebut dengan tujuan gunung tersebut setelah dikramatkan atau disucikan akan memberi berkah kepada penduduk yang tinggan disekitarnya. Atau bahkan pada laut, pohon tua yang besar dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal tersebut dilakukan karena apa yang dialami penduduk sekita gunung memiliki keterbatasan pemikiran dan belum adanya teknologi yang memadai untuk meneliti faktor penyebab terjadinya letusan gunung tersebut. Tetapi kini dengan adanya teknologi yang canggih, maka faktor yang menyebabkan terjadinya letusan gunung dapat diteliti hingga gejala – gejala gunung tersebut akan meletus. Tetapi hal yang sudah menjadi sebuah ritualisasi yang telah dilakukan sejak lama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kita kini. Karena dengan adanya teknologi yang canggih pun tetap tidak dapat mengidentifikasi adanya unsur ghaib yang dapat menggambarkan tentang konsep tuhan. Yah lagi – lagi karena keterbatasan yang dimilki oleh manusia atau mungkin karena Tuhan tidak ingin ada seorang pun yang dapat menebak teka – teki silang yang digulirkan pada hamba-Nya didunia ini.
Keterbatasan yang dimiliki kita “partikel kecil yang mewarnai semesta” inilah yang mendorong lahirnya sebuah keyakinan hingga kini lengkap dengan doktrin serta aturan main atas tauhidiyah, moralitas atau hubungan terhadap sesama, hukum akhir yang tak pernah kita ketahui atau mungkin dengan konsep tauhid tingkat tinggi disebut dengan keikhlasan dan kepasrahan tanpa batas. Yah itulah yang sering disebut – sebut dalam sebuah mimbar diskusi keagamaan dan ceramah umum yang diberikan.
Adanya pengakuan terhadap ke-Esa-an Tuhan dengan dasar agar memperoleh keselamatan dalam hidup, penyerahan diri atas kelemahan yang kita miliki, menjaga keseimbangan antara nafsu, ambisi melalui proses ritualisasi tersendiri serta adanya hukum sebab – akibat yang selalu didendangkan oleh para pendahulu dan orang tua kita bahkan mungkin oleh kita nanti pada anak – cucu kita secara tidak langsung kita pun telah menelurkan konsep sebuah keyakinan lengkap dengan doktrin dan dogma yang kita anut dengan tujuan agar anak – cucu kita mengikuti jejak derap langkah kaki kita dalam berkeyakinan. Tanpa adanya sebuah paksaan dan dengan keikhlasan yang terpaksa sertra tanpa adanya sebuah pertanyaan kecil yang dapat mengelitik tenlinga orang tua dari seorang anak mengapa kita harus menganut sebuah agama A atau agama B. Karena manusia memiliki nalar yang terasah secara alami tentang konsep sebuah agama da keyakinan, yaitu jika kita bertanya hal seperti itu nanti dapat membuat murka orang tua dan berdosa.
4. Cara-cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-nya)
Menurut (http://Id.Shvoong.Com/2008/-keyakinan-Html), terdapat empat cara-cara manusia meyakini dan merealisasikan suatu perintah dari Penciptanya sebagai berikut:
1. Sembah Raga
       Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu dengan mempergunakan air (wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah yang merupakan perjalanan hidup yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang magang laku (calon pelaku atau penempuh perjalanan hidup kerohanian), orang menjalani tahap awal kehidupan bertapa,Sembah ini didahului dengan bersuci yang menggunakan air, Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan sehari semalam lima kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah ini telah ditetapkan waktu-waktunya lima kali dalam sehari semalam. Sembah raga yang demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada henti (wantu) seumur hidup. Dengan keharusan memenuhi segala ketentuan syarat dan rukun yang wajib dipedomani (wataking wawaton). Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani. Tanpa mempedomani syarat dan rukun, maka sembah itu tidak sah. Sembah raga tersebut, meskipun lebih menekankan gerak laku badaniah, namun bukan berarti mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang laku selain ia menghadirkan seperangkat fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek spiritualnya sehingga ia meningkat ke tahap kerohanian yang lebih tinggi.
2. Sembah Cipta (Kalbu)
                   Sembah ini kadang-kadang disebut sembah cipta dan kadang-kadang disebut sembah kalbu, Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan, harapan atau keinginan yang tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati , maka sembah cipta di sini mengandung arti sembah kalbu atau sembah hati, bukan sembah gagasan atau angan-angan.
              Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa ( suci tanpa air dengan menjaga kalbu / hati ). Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat. Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua, membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina. Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah pada Nabi dan Shiddiqin…
 Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut Al-Ghazali masih menekankan bentuk lahiriah berupa hadats dan najis yang melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran yang kedua dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan menjauhkan diri dari pelanggaran dan dosa.  Thaharah yang ketiga dan keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi dengan membersihkan hati dari budi jahat dan mengosongkan hati dari apa saja yang selain Allah.
3. Sembah Jiwa
Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Sukma (Allah) dengan mengutamakan peran jiwa. Jika sembah cipta (kalbu) mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam dengan menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus, sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting, ini disebut pokok tujuan atau akhir perjalanan suluk, Inilah akhir perjalann hidup batiniah. Cara bersucinya tidak seperti pada sembah raga dengn air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi. Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu, ditinjau dari segi perjalanan suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh jahat hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan sembah ketiga menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada Allah seraya mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.
 Pelaksanaan sembah jiwa ialah dengan berniat teguh di dalam hati untuk mengemaskan segenap aspek jiwa, lalu diikatnya kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai tanpa melepaskan apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian triloka (alam semesta) tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan jagad kecil digulungkan disatupadukan. Di situlah terlihat alam yang bersinar gemerlapan. Maka untuk menghadapi keadaan yang menggumkan itu, hendaklah perasaan hati dipertebal dan diperteguh jangan terpengaruh apa yang terjadi.
   4. Sembah Rasa
Sembah rasa ini berlainan dengan sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan kepada rasa cemas. Sembah yang keempat ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan intisari kehidupan makhluk semesta alam, Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan alat batin kalbu atau hati seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau ruh, maka sembah rasa berarti menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat batin yang belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus ( lubuk hai yang paling dalam/ inti ruh yang paling halus ).  Karena didalam diri manusia terdapat tiga buah alat batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan inti jiwa/inti ruh (telengking kalbu atau wosing jiwangga) yang memperlihatkan susunan urutan kedalaman dan kehalusannya. Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan petunjuk dan bimbingan guru seperti ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus dilakukan salik sendiri dengan kekuatan batinnya. Apabila sembah jiwa dipandang sebagai sembah pada proses pencapaian tujuan akhir perjalanan suluk (pepuntoning laku), maka sembah rasa adalah sembah yang dilakukan bukan dalam perjalanan suluk itu, melainkan sembah yang dilakukan di tempat tujuan akhir suluk. Dengan kata lain, seorang salik telah tiba di tempat yang dituju. Dan di sinilah akhir perjalanan suluknya. Untuk sampai di sini, seorang salik masih tetap dibimbing gurunya seperti telah disebut di muka. Setelah ia diantarkan sampai selamat oleh gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah yang keempat, maka selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa..
Pada tingkatan ini, seorang salik dapat melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-petunjuk gurunya. Pada tingkat ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh karena itu, ia dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan mempergunakan aspek-aspek batiniahnya sendiri. Di sini, dituntut kemandirian, keberanian dan keteguhan hati seorang salik, tanpa menyandarkan kepada orang lain. Kejernihan batinlah yang menjadi modal utama.  Sembah ini sungguh sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-kata, tidak dapat pula dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus merampungkannya sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan kecintaan yang mendalam untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi dan berjalan menuju kesempurnaan dan kesemuanya itu tergantung pada diri sendiri.

D. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang ditarik oleh penulis pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
 1. Manusia adalah mahluk yang paling mulia, mahluk yang berfikir, dan mahluk yang   memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
2. Keyakinan (Kepercayaan) adalah rasa yang dimiliki tiap individu manusia untuk yakin bahwa sesuatu yang menciptakannya (Tuhan Yang maha Esa) akan membantu manusia.
3. Dua agama yang diyakini oleh manusia yaitu:
   a. Agama Samawi
   b. Agama Kebudayaan atau Culture Religion
4. Empat cara manusia Merealisasikan Perintah Tuhan-nya sebagai berikut:
a. Sembah Raga
b. Sembah Cipta (Kalbu)
c. Sembah Jiwa
d. Sembah Rasa

E. Saran

Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka  dari itu saran dan bimbingan dari para bapak ibu dosen selaku pembina, kami harapkan demi kesempurnaan karya penulis selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

   Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. 2004. Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.





Nhingzhdt

Saya adalah seorang individu yang sedang berusaha mengejar tujuan untuk menjadi sukses, dan berharap hal itu segera terealisasi. Aktivitas saya sehari-hari sebagai seorang guru mata pelajaran IPA, saya mempunyai dedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan dan semoga menjadi teladan bagi murid saya.

0 comments: