Keunikan Rumah Tradisional Donggo
Nhingz, BLOG--Bima dan Donggo memang unik. Meski berada dalam satu rumpun wilayah,
namun adat dan budaya orang Bima dan Donggo memiliki perbedaan baik dari
segi bahasa maupun adatnya. Menurut penelitian Antropologi, Orang-orang
Bima(Mbojo) yang mendiami sebelah timur dan selatan teluk Bima
merupakan keturunan campuran yang berasal dari Melayu dan suku-suku
lainnya. Sedangkan orang-orang Donggo Ele( di gugusan pegunungan La
Mbitu) dan Donggo Di (di
gugusan pegunungan Soromandi) merupakan penduduk asli Bima yang telah
menyinggir ke daerah pegunungan karena cenderung mempertahankan budaya
leluhur.
Salah satu dari perbedaan itu adalah dari seni arsitekturnya yaitu
rumah. Meskipun saat ini, bentuk-bentuk rumah di Donggo sudah jarang
terlihat seperti bentuk aslinya dulu dan sudah mengadopsi model rumah
seperti rumah orang-orang Bima dan rumah batu atau rumah permanen
arsitektur masa kini.
Tetapi pada zaman dulu, Rumah Tradisional Donggo memiliki keunikan
yang membedakannya dengan seni arsitektur Bima. Mereka menyebutnya
dengan Uma Lengge. Ada juga yang menyebut dengan Uma Leme (Rumah
Runcing) karena bentuknya mirip puncak gunung, yang berbentuk limas. Ada
juga yang menyebutnya dengan Rumah Ncuhi (Kepala Suku). Karena disisi
rumah tersimpan alat-alat persembahan dan kesenian. Keunikannya adalah
atap dan dinding rumah merupakan satu kesatuan. Jadi atapnya juga
berfungsi sebagai dinding rumah. Atap dan dindingnya terbuat dari
alang-alang yang dirajut tebal. Bagian rumah berfungsi sebagai tempat
tidur, berbentuk segi empat sama sisi ukuran 2 x 2 meter. Selain itu
juga berfungsi sebagai tempat memasak, menyimpan padi dan segala jenis
bahan makanan seperti padi dan palawija. Rumah bagian bawah( lantai)
berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga baik dalam rangka upacara
perkawinan, upacara adat maupun kematian.
Pintu rumah berada di bagian yang tersembunyi yaitu di pojok atau di
sudut ruang atas. Tangga rumah tidak selalu dalam keadaan terpasang.
Dalam kebiasaan masyarakat Donggo, ada sandi atau tanda yang diketahui
oleh kerabatnya dari cara mereka menyimpan tangga. Apabila tangganya
dibiarkan terpasang, berarti penghuninya telah pergi ke ladang dan akan
kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Apabila tangga
disimpan agak jauh dari rumah, hal itu berarti penghuninya telah pergi
jauh dan akan kembali dalam waktu yang lama. Apabila ada anggota
keluarga yang meninggal, jenazahnya tidak boleh diturunkan melalui pintu
dan tangga. Tetapi diturunkan melalui atap rumah. Di halaman rumah
harus ada beberapa buah batu sebagai tempat tinggal roh leluhur yang
sudah meninggal. Dan pada waktu tertentu diadakan upacara pemujaan roh
yang disebut Toho Dore.
Antropolog Albert dalam kunjungannya di Bima pada tahun 1909
menamakan rumah tersebut A Frame (Kerangka Huruf A). Rumah seperti ini
berfungsi sebagai penyimpan panas yang baik, mengingat daerah Donggo
adalah daerah pegunungan yang berhawa dingin. Saat ini rumah seperti ini
masih ditemukan di desa Padende dan Mbawa. Perlu upaya pelestarian agar
rumah – rumah ini tidak hilang tinggal kenangan bagi generasi. Karena
wajah Donggo adalah wajah Bima dengan segala keunikan dan romantika
sejarahnya.(Sumber : m. Hilir Ismail, Muslimin Hamzah).
2 comments:
nah uda bisa :D
Hehehe__ :)" Btw gampang toh Kak???
Posting Komentar