Ayat Tentang masyarakat

Oktober 12, 2012 0 Comments

 Ø QS. Al Hujarah (49) ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya :
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
         Setelah ayat yang lalu memerintahkan untuk melakukan ishlah akibat pertikaian yang muncul, ayat diatas member petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian. Allah berfirman memanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: Hai orang- orang yang beriman janganlah suatu kaum yakni kelompok pria mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain, karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian – walau yang diolok-olokkan kaum yang lemah – apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok sehingga dengan demikian yang berolok-olok melakukan kesalahan berganda. Pertama mengolok-olok dan kedua yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka; dan jangan pula wanita-wanita yakni mengolok-olok terhadap wanita-wanita lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antar mereka, apalagi boleh jadi mereka yakni wanita yang diperolok-olok itu lebih baik dari mereka yakni wanita yang mengolok-olok itu dan janganlah kamu mengejek siapapun –secara sembunyi-sembunyi – dengan ucapan, perbuatan atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk oleh yang kamu panggil – walau kamu menilai itu benar dan indah-baik kamu yang menciptakan gelarnya maupun orang lain. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan kefasikan yaitu panggilan buruk sesudah iman. Siapa yang bertaubat sesudah melakukan hal buruk itu maka mereka adalah orang yang menelusuri jalan yang lurus dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim dan bentuk kezolimanya yaitu dengan menzolimi orang lain serta dirinya sendiri.
    Kata يَسْخَر / yaskhar (memperolok-olokan) yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuann menertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan maupun tingkah laku.
    Kata قَومٌ /qaum (kelompok) yaitu biasa digunakan untuk menunjukan sekelompok manusia. Bahasa menggunakan kelompok pertama untuk laki-laki saja, karena ayat diatas menyebut secara khusus pula tentang wanita.
    Kata تَلْمِزُو / talmizu terambil dari kata al-lamz. Para ulama berbeda pendapat dalam memakai kata ini. Ibnu ‘Asyur misalnya memahaminya dalam arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman, hal ini adalah salah satu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan.
    Ayat diatas melarang melakukan al-lamz terhadap diri sendiri, sedang maksudnya adalah orang lain. Redaksi tersebut dipilih untuk mengisyaratkan kesatuan masyarrakat dan bagaimana seharusnya seseorang merasakan bahwa penderitaan dan kehinaan yang menimpa orang lain akan menimpa pula dirinya sendiri. Disisi lain, tentu saja siapa yang mengejek orang lain maka dampak buruk ejekan itu menimpa sipengejek, bahkan tidak mustahil ia memperoleh ejekan yang buruk dari yang diejek Itu.
    Firman-Nya أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ : boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, mengisyaratkan tentang adanya tolok ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah yang boleh jadi berbeda dengan tolak ukur manusia secara umum. Memang banyak nilai-nilai yang dianggap baik oleh sementara orang terhadap diri mereka atau orang lain justru sangat keliru. Kekeliruan itu mengantar mereka menghina dan melecehkan pihak lain. Padahal jika mereka menggunakan dasar penilaian yang ditetapkan oleh Allah swt, tentulah mereka tidak menghina atau mengejek. 
    Kata  terambil dari kata     تَنَابَزُوا   yakni gelar buruk. At-nabuz adalah saling memberi gelar buruk. Larangan ini menggunakan bentuk kata yang mengandung makna timbal balik, berbeda dengan larangan al-lamz pada penggalan sebelumnya. Ini bukan saja karena at-tanabuz lebih banyak terjadi dari al-lamz tetapi juga karena gelar buruk biasanya disampaikan secara terang-terangan dengan mengambil yang bersangkutan. Hal ini mengundang siapa yang tersinggung dengan panggilan buruk itu, membalas dengan memanggil yang memanggil pula dengan gelar buruk, sehingga terjadi tanabuz.
Perlu di catat bahwa terdapat sekian gelar  yang secara lahiriah dapat di nilai gelar buruk, tetapi karena ia sedemikian popular dan penyandangnya pun tidak lagi keberatan dengan gelar itu, maka disini, menyebut gelar tersebut dapat di toleransi oleh agama. Misalnya abuhurairah, yang nama aslinya adalah Abdurrahman ibn shakhr, atau abu turab untuk sayyidina ali ibn abi thalib. Bahkan al-araj (si pincang) untuk perawi hadits kenamaan Abdurrahman ibn hurmuz, dan al-a’masy ( si rabun) bagi sulaiman ibn mahran dan lain-lain.
    Dalam hal ini dapat kita lihat hadis Rasulullah Sholallahu’alaihiwassalam
وعنه قال : قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : لاتحاسدواولاتناجشواولاتباغضواولاتدابروا ، ولايبع بغضكم على بيع بعض ، وكونواعباداللّه إخوانا ، المسلم اخو المسلم لايظلمه ولايحذله ولايحقره ، التّقوى ههنا ، ويشيرإلى صد ره ثلاث مرّات ، بحسب امرءمن الشّرّأن يحقرأخاه المسلم ، كلّ المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه .رواه مسلم. النّجش أن يزيدفى ثمن سلعةينادى عليهافى السّوق ونحوه ولارغبةله فى شراءهابل يقصدأن يغرّغيره ، وهذاحرام والتّدابرأن يعرض عن الانسان ويهجره ويجعله كالشّيءالّذى وراءالظّهروادّبر٠
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : "Janganlah kalian saling dengki, saling menipu dan saling membelakangi, dan jangan menjual atas penjualan orng lain, dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Sesama muslim bersaudara. Oleh karena itu, jangan menganiaya, membiarkan dan menghinanya. Takwa itu ada disini (sambil menunjuk dadanya, beliau mengucapkan tiga kali). Seseorang cukup dianggap jahat, apabila ia menghina saudaranya yangmuslim."
(HR. Muslim)

QS. Al-Hujuraat (49) ayat 12
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dugaan, karena sebagian dari dugaan  itu adalah  dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
      Ayat di atas masih merupakan lanjutan tuntunan ayat yang tadi. Hanya di sini hal-hal buruk yang sifatnya tersembunyi, karena itu panggilan mesra kepada orang-orang beriman di ulangi untuk ke lima kalinya. Di sini lain memanggil dengan panggilan buruk- yang telah di larang oleh ayat yang lalu- boleh jadi panggilan / gelar yaitu di lakukan atas dasar dugaan yang tidak berdasar, karena itu ayat di atass menyatakan : hai orang-orang yang beriman, jauhilah dengan upaya  sungguh-sungguh banyak dari dugaan yakni persangka buruk terhadap manusia yang tidak memiliki indicator memadai, sesnungguhnya sebagian dugaan yakni yang tidak memiliki indicator  itu  adalah  dosa. 
      Selanjutnya karena tidak jarang perasangka buruk mengundang upaya mencari tahu, maka ayat di atas melanjutkan bahwa : dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang justru di tutupi oleh pelakunya serta jangan juga melangkah lebih luas yakni sebagian kamu menggunjing yakni membicarakan aib sebgian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah jika itu disodorkan kepada kamu, kamu telah merasa jijik kepadanya dan akan menghindari memakan daging saudara sendiri itu, karena itu hindarilah penggunjingan  karena ia sama dengan memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah kepada allah yakni hindari siksaannya di dunia dan akhirat dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala larangannya serta bertaubatlah  atas aneka kesalahan, sesungguhnya allah maha menerima taubat lagi maha penyayang.
    Kata  اجْتَنِبُوا  ijtanibu terambil dari kata yang berarti samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jangkauan tangan dari sini kata  tersebut jaubi. Penambahan huruf ta’pada kata tersebut berfungsi penekanan yang menjadikan kata ijtanibu berarti bersungguh-sungguhlah upaya sungguh-sungguh untuk menghindari persangka buruk.
      Kata   كَثِيرًا  katsir (an ) / banyak bukan berarti kebanyakan, sebagaimana di pahami atau di terjemahkan sementara penerjemah.  Tiga dari sepuluh adalah banyak dan enam dari sepuluh adalah kebanyakan.. jika demikian, bias saja banyak dari dugaan adalah dosa dan banyak pula bukan dosa. Yang bukan dosa adalah yang indikatornya demikian jelas, sedang yang dosa adalah dugaan yang tidak memiliki indicator yang cukup dan yang mengantar seseorang melangkah menuju seseuatu yang di haramkan, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Termasuk juga dugaan yang bukan dosa adalah rincian-rincian hokum keagamaan. Pada umumnya atau dengan kata lain kebanyakan dari hokum-hukum tersebut berdasarkan kepada argumentasi yang interprestasinya bersifat zhanniy /dugaan, dan tentu saja apa yang berdasarkan dugaan hasilnya pun adalah dugaan. 
Ayat di atas menengaskan bahwa sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak berdasar. Biasanya dugaan yang tidak berdasar dan mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk tegrhadap pihak lain. Ini berarti ayat diatas melarang melakukan dugaan buruk yang tanpa dasar, karena ia dapat menjerumuskan seseorang kedalam dosa. Dengan menghindari dugaan dan persangka buruk, anggota masyarakat akan hidup tenang tentram serta produktif, karena mereka tidak akan ragu terhadap pihak lain dan tidak juga akan tersalurkan energinya kepada hal yang sia-sia. 
      Dalam hal ini tersangka belum tentu dinyatakan bersalah sebelum terbukti kesalahannya, bahkan seorang tidak dapat dituntut sebelum terbukti kebenaran dugaan yang di hadapkan kepadanya. Rasulullah Shalallahu’alaihiwassalam bersabda “jika kamu menduga (yakni terlintas dalam benak kamu sesuatu yang buruk terhadap orang lain) maka jangan lanjutkan dugaanmu dengan melangkah lebih jauh (HR. ath-Thabrani).
    Kata (تَجَسَّسُوا) tajassasu’terterambil dari kata jassa. Yakni upaya mencari tahu dengan cara tersembunyi. Dari sini mata-mata dinamai jasus. Imam Ghazali memahami larangan ini dalam arti, jangan tidak membiarkan orang berada dalam kerahasiaannya. Yakni setiap orang berhak menyembunyikan apa yang enggan diketahui orang lain. Jika demikian jangan berusaha menyingkap apa yang dirahasiakannya itu. Mencari-cari kesalahan orang lain biasanya lahir dari dugaan negative terhadapnya, karena itu ia disebutkan setelah larangan menduga.
    Rasulullah shalallah’alaihiwassalam bersabda “siapa yang menutup aib saudaranya, maka ia bagaikan menghidupkan seorang anak yang dikubur hidup-hidup” (HR. Abu Daud dan an-Nasa’I melalui al-Laits Ibn Sa’id). Disisi lain Mu’awiyah putra abu sufyan menyampaikan bahwa ia mendengar Nabi saw. Bersabda: “Sesungguhnya jika engkau mencari-cari kesalahan/ kekurangan orang lain, maka engkau telah merusak atau hamper saja merusak mereka”
(HR. Abu Daud).
QS, Al-Hujuraah (49) ayat 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengena

      Setelah memberi petunjuk tatakrama pergaulan sesama muslim, ayat di atas beralih kepada uraian tentang prinsip dasar tentang hubungn antar manusia. Karena ayat diatas tidak lagi menunjukan panggilan yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi kepada jenis manusia. Penggalan pertama ayat diatas sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki dan seorang perempuan adalah penghantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiannya sama disisi Allah, tidak ada perbedaan di antara satu suku dengan yang lain. Dan dari penggalan terakhir ayat diatas yakni “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa”. Karena itu tingkatkanlah ketakwaan agar menjadi yang termulia disisi Allah.
     
Ø QS. Al Ra’ad (13) ayat 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah . Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
      AL-Qurtuby dalam tafsirnya Al-Jami liahkamil Quran menafsirkan kata " dengan malaikat yang selalu mengiringi diwaktu siang dan malam yang saling bergantian.Sedangkan Ar-razy memiliki dua pandangan, yang pertama sama dengan pendapat jumhur yaitu malaikat hafazah, pendapat yang kedua adalah al-muluk waumara'( presiden dan anakbuahnya).
Dalam kata berikutnya Allah telah memberitahukan kepada kita bahwa Allah tidak akan mengubah apapun hingga ada perubahan dalam diri kaum tersebut.dalam makna yang lebih luas adalah  siksa tidak akan turun kecuali adanya kaum yang melakukan kejahatan dan dosa, musibah akan benar-benar turun disebabkan para pelaku kejahatan walau terdapat orang-orang yang soleh. Hal ini disinyalir oleh Nabi SAW ketika sahabat bertanya; apakah kita akan dihancurkan sementara diantara kita terdapat orang-orang yang soleh? Nabi menjawab: benar, ketika banyak tindakan-tindakan keji.
Sementara Ahli tafsir Indonesia Qurays Syihab dalam tafsirnya Al-Misbah menguraikan kata "tagyir"yaitu tentang bentuk perubahan apapun, entah dari positif ke negative ataupun sebaliknya. Yang perlu digarisbawahi adalah penggunaan kata "kaum" redaksimaknanya merujuk kepada makna sosial/masyarakat, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan seorang manusia saja, jadi harus kolektif. Yang kedua kata kaum tidak ekseklusif kepada kaum muslimin saja jadi bersifat general dan universal. Konteks perubahan berkait kepada kehidupan duniawi bukan ukhrawi.
Ketiga menyangkut pelaku perubahan yaitu allah dan masyarakat. Allah yang mengubah pada sisi lahiriyah suatu masyarakat. Pelaku kedua adalah Masyarakat yangmana mereka merubah sisi batiniyah, akan tetapi hal itu tidak lepas dari campur tangan allah.

Ø QS. Al-anfal (8) : ayat 53
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيم
53. yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ø QS. Al-Baqarah (1) : ayat 139
قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ
139. Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.
Sangat disayangkan beberapa pengikut agama-agama, yang tidak mengetahui secara sempurna pengetahuan-pengetahuan agama ,mereka menvisualkan, bahwa mereka berada di dekat Allah dan memiliki kedudukan yang istimewa. Dan Allah hanya memikirkan mereka dan hanya untuk mereka Allah mengutus para nabi-Nya dan oleh sebab itu mereka tidak mau menerima para nabi lain dan para pengikut mereka. Padahal Allah sama sekali tidak memiliki hubungan kerabat, didekat-Nya adalah Zat Yang Maha Esa. Dan yang menyebabkan jauh atau dekatnya manusia kepada-Nya adalah perbuatan mereka, oleh sebab itu setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya.
Sesungguhnya sebuah perbuatan itu diterima, jika dilaksanakan secara ikhlas untuk Allah, yang mana perbuatan semacam ini, menunjukkan keimanan yang sesungguhnya dan jauh dari setiap kepercayaan syirik yang tercemar.

DAFTAR PUSTAKA
Syihab, M.Qurays. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan & Keserasian Al-Quran), Lentera Hati, Ciputat, 2002. Vol 5 dan Vol 13
Http :/www. Blogspot sFachruddin bin Allamah Dhiyauddin Umar, Muhammad Ar-razy, Tafsir Al-Fachr-Arrazy Almustahar bi Tafsir Al-Kabir wa Mafatih Al-Gaib.

Nhingzhdt

Saya adalah seorang individu yang sedang berusaha mengejar tujuan untuk menjadi sukses, dan berharap hal itu segera terealisasi. Aktivitas saya sehari-hari sebagai seorang guru mata pelajaran IPA, saya mempunyai dedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan dan semoga menjadi teladan bagi murid saya.

0 comments: