Mengajar Sebagai Profesi
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Nhingz, BLOG--Dalam
lingkungan
sekitar, setiap masyarakat mempunyai fungsi tertentu untuk memperbaiki
atau
menangani masalah-masalah hidup yang agak berat. Tetapi setiap setiap
masyarakat berbeda dalam mengorganisir dan melaksanakan fungsinya.
Setiap
masyarakat moderen sekarang ini, teleh cinderung mengadakan spesialisasi
pekerjaan, mendirikan lembaga atau organisasi untuk memudahkan sistem
pelayanan. Sebagai agen pembaharuan, guru berfungsi penting ditengah
masyarakat
umumnya, dan khususnya dalam proses belajar mengajar. Guru memiliki dua
fungsi
utama yang sekaligus membedakannya dari pegawai atau pekerja lainnya
dalam
masyarakat, yakni mengadakan suatu
jembatan antara sekolah dengan dunia luar, serta mengadakan hubungan
antara
dunia muda dengan dunia dewasa dalam konteks pembelajaran.
Mengajar sebagai profesi
menjadikan
tugas guru secara langsung menyentuh manusi menyangkut kepentingan dan
kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang kearah kedewasaan dan
kemandirian
melalui proses pembelajaran. Pengjaran yang dilakukan oleh guru itu
diaksanakan
dalam interaksi edukatif antara guru dengan murid yaitu antara keadaan
internal
dan proses kognitif siswa. Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu
hasil
belajar yang terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek,
keterampilan
motorik, sikap dan siasat kognitif. Karena itu guru menempati posisi
yang lebih
penting, karena ia akan membawa murid-muridnya kearah tujuan yang telah
ditetapkan fungsi guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai
komunikator
yang menghubungkan antara murid dengan guru.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
pengajaran merupakan suatu profesi?
2.
Bagaimana
masalah dalam profesi keguruan?
3.
Jelaskan
otonomi profesi jabatan kependidkan dan guru?
4.
Bagaimanakah
kompetensi guru dalam menjalankan tugas?
C. Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
bahwa pengajaran merupakan suatu profesi.
2.
Mengetahui
masalah dalam profesi keguruan.
3.
Mengetahui
otonomi profesi jabatan kependidkan dan guru.
4.
Mengetahui
kompetensi guru dalam menjalankan tugas
BAB II PEMBAHASAN
Profesi
adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties)
dari
para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang
yang
tidak dilatih dan tidak siapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan
itu.
Keahlian itu diperoleh melalui apa yang disebut profesonalisasi, yang
dilakukan
baik sebelumseseorang menjalani profesi itu pendidikan/pra_jabatan
maupun
setelah menjalani suatu profesi in-service training (Sa’ud, 2009: 6).
Menurut
Robert W. Rinchey (Arikunto, 1990: 235) mengemukakan ciri-ciri dan
syarat-syarat profesi sebagai berikut:
1.
Lebih
mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan
kepentingan
pribadi.
2.
Seorang
pekerja profesinal, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk
mempelajari
konsep-konsep secara prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung
keahliannya.
3.
Memiliki
kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu
mengikuti
perkembangandalam pertumbuhan jabatan.
4.
Memiliki
kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5.
Membutuhkan
suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6.
Adanya
organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri
dalam
profesi, serta kesehjateraan anggotanya.
7.
Memberikan
kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.
8.
Memandang
profesi suatu karier hidup (alive carier) dan menjadi seorang anggota
yang
permanen.
A.
Pengajaran Sebagai Profesi
Guru dapat
dikategorikan sebagai ilmuan dan cendekiawan
, Blau Peter M (1973) menjelaskan bahwa ilmuan tidak mempunyai klien,
oleh
karena itu mereka tidak bisa disebut profesional, karena para
profesional
mempunyai klien berkenaan dengan keprofesian para profesional tersebut,
makanya
para akademisi dalam peranannya sebagai ilmuandan cendekiawan bukanlah
termasuk
profesional. Jika dipandang dari titik
pusat profesional, yaitu danya alur dasar pengetahuan dan pelayanan
ideal yang
memiliki karakteristik pendapatan yang
tinggi, prestise, pengaruh, persyaratan pendidikan tinggi, otonomi
profesional,
surat izin dan komitmen para anggota terhadap profesinya bahwa hal ini
semua
juga dimiliki oleh akademisi dan guru kecuali mungkin pendapatan yang
tinggi.
Blau
selanjutnya menanggapi bahwa realitas inilah mengundang pertanyaan
seberapa
besar signifikan profesional pada otonomi akademisi dan guru
memperjuangkan
profesinya. Langford, Glenn (1978) mengemukakan bahwa profesi itu
merupakan
fenomena sosial yang kompleks, karena berkaitan dengan bagaimana dia
melihat
dirinya sendiri dan dilihat oleh orang lain sehingga memperoleh
pengakuan.
Demikian pula halnya guru yang dalam bentuk suatu profesi harus dilihat
dari
sudut filosofi apa sebenarnya tugas dan tanggung jawab guru (sagala,
2008:
201).
Oleh karena itu perlu
ditelusuri
lebih jauh apakah pengajaran itu suatu profesi, perhatikan beberapa
aspek
berikut:
1.
Tidak
ada jawaban umum terhadap pengajaran dan sama halnya pertanyaan apakah
pengobatan juga suatu profesi.
2.
Tidak
ada jawaban yang jelas yang dapatdiharapkan dengan sekelompok kriteria
sebagai
alasan yang dapat memberi kepuasaan. Misalnya, perawat memiliki tanggung
jawab
dan idealisme tetapi tetap dibawah seorang dokter.
3.
Komplesitas
fakta yang relevan sepertinya sangat kompleks dan sulit untuk
ditetapkan.
Misalnya, apakah yang diharapkan guru dibayar dan bagaimana menetapkan
bayarannya tentu ini sangat tergantung pada banyak faktor diantaranya,
umur,
pengalaman, kualifikasi, tanggung jawab dan sebagainya.
4.
Sejauh
mana guru termotivasi secara ideal untuk melayani masyarakat.
Dari
keempat poin trsebut seolah-olah jabatan mengajar belum memasuki
kriteria
sebagai suatu profesi, namun demikian tentu dapat dilihat dari kriteria
lainnya,bahwa tugas mengajar sebelumnya harus melalui pendidikan tinggi
atau
profesional, maka dari pandangan ini dimungkinkan tugas mengajar harus
dilaksanakan secara profesional yaitu menggunakan teknik-teknik yang
berlandaskan suatu ilmu pengetahuan seperti psikologi, sosiologi,
pedagogi,
antropologi, komunikasi dan sebagainya, maka guru termasuk suatu jabatan
profesi
yag sedang tumbuh.
B. Profesi
Keguruan
Menurut (Sagala, 2008: 202-203),
berhubung profesi keguruan sebagai profesi yang sedang tumbuh, maka ada
beberapa permasalahan dalam profesi kependidikan, untuk itu empat hal
yang
perlu dibahas:
1.
Profesionalisme profesi keguruan, pada dasarnya
pengajaran
merupakan bagian profesi yang memiliki ilmu maupun teoritikal,
keterampilan,
dan mengharapkan ideologi profesional tersendiri. Oleh sebab itu
seseorang yang
berkerja di institusi pendidikan tugas mengajar jika diukur dari guru
juga
merupakan profesi sebagaimana profesi.
2.
Otoritas profesinal guru, disiplin profesi guru
memiliki
hubungan dengan anak didik, paraguru melaksanakan tugas ya dengan penuh
gairah,
keriangan, kecekatan (exhilaration), dan metode yang bervariasi dalam
mendidik
anak-anak. Penekanan tugas profesi kependidkan dalah memberi bantuan
sampai
tuntas (advocation) kepada anak didik, jadi guru yang profesional tidak
hanya
terkonsentrasi pada materi pelajaran, tatapi mereka juga memperhatikan
situasi-situasi tertentu.
3.
Kebebasan akademik (akademic freedom), Hall
(1969)
mengemukakan bahwa keberanian bertindak secara otonomi merupakan sikap
karakteristik profesi, dan perasaan praktisioner mengharuskannya membuat
suatu
kebijakan yang diikuti oleh kliennya tanpa suatu tekanan eksternal yaitu
dari
orang lain yang bukan anggota profesi atau organisasi kerjanya. Akademic
freedom adalah suatu kebebasan yang memberi kebebasan berkreasi dalam
suatu
forum dalam lingkup kebenaran dan dalam kasus ini secara positif
memiliki
tanggung jawab keilmuan. Guru bekerja bukan atas tekanan kebutuhan
belajar
muridnya, tetapi atas tuntunan profesionalional dan ini adalah batas
kebebasan
yang dimaksud, tetapi guru tidak mengabaikan kebutuhan belajar meridnya,
makanya demontrasi pemboikoitan untuk menuntut kesehjateraan bagi
gurudengan
mengorbankan tugas mengajar adalah tidak tepat.
4.
Tanggung jawab moral (Responsible) dan
pertanggung
jawaban jabatan (accountability). Responsible maksudnya memiliki
otoritas untuk
mampu membuat suatu keputusan tanpa supervisi, sedangkan accountibility
adalah
tanggung jawab atau bisa dipertanggungjawabkan atau suatu tindakannya.
Jadi,
penekannya adalah cara guru mempertanggungjawabkan keputusannya tentang
apa
yang diajarkan, kapan diajarkannya, dan bagaimana mengajarkannya
berdasarkan
otoritas profesionalnya sendiri sebagai perpaduan kompetensi disiplin,
metodedan pengajaran keilmuannya. Seterusnya yang termasuk tanggung
jawab
(accountability) guru kepada organisasi adalah pekerjaannya dalam proses
pendidikan dimana dia bertanggung jawab (responsible), artinya bahwa
akuntabilitas profesionalisme keguruan merupakan faktor yang bisa saja
tidak
nyata, tetapi tidakdibayang-bayangkan oleh legitimasi profesional
otoritas,
misalnya oleh kolega, murid, penggemar dan semacamnya kemudian
delegitimasi
oleh tanggung jawab perilakunya. Guru disebut bertanggung jawab kepeada
lembaga
keprofesinya, maka apabila ia melakukan tindakan yang tidak tepat sesuai
dengan
profesinya maka itu akan dipertanggungjawabkan kepada asosiasi.
Berdasarkan
uraian diatas menunjukan bahwa status profesi kependidikan dan guru pada
dasarnya baru memperoleh pengakuan sebagaijenis profesinya yang sedang
tumbuh,
dilihat dari persyaratan pendidikan guru termasuk profesi, tetapi
dilihat dari
otoritasnya memberikanpelayanan belajar memang masih perlu mendudukan
secara
benar sehingga memenuhi persyaratan otoritas profesi. Profesi guru
memperoleh
bayaran oleh instansi yang mengangkatnya yaitu pemerintah atau lembaga
yayasan
atau organisasiyang memerlukannya, sebelum profesi dokter atau pengacara
mereka
mendapat bayaran oleh masyarakat sesuai jasa pelayanan otoritas profesi
yang
diberikannya.
C.
Otonomi Profesi Jabatan
Kependidikan dan Guru
Menurut (Sagala, 2008: 204),
Saingan dan tantangan ketat yang dihadapi dalam profesi pendidikan
yaitu:
1.
Orang
luar (eksternal) pendidikan, yang menyatakan bahwa semua orang bisa
mengajar
menjadi seorang guru dan bisa menduduki jabatan pendidikan, tetapi
bagaimana
menjadi guru yang baik dan bagaimana pula mengurus pendidikan yang baik
mengacu
pada prinsip peadagogik mereka tidak mampu menjelaskannya. Mungkin
dikarenakan
adanya guru atau jabatan kependidikan lainnyayang bukan berlatar
belakang
pendidikan berkontribusi terhadap rendahnya mutu pendidikan, karena
secara
faktual kualitas pendikan diindonesia secara umum masih memprihatinkan.
2.
Orang
dalam sendiri, karena terdapat diantara para pendidik hanya mengejar
jabatan-jabatan teknis seperti kepala sekolah, pengawas dan
jabatan-jabatanadministratif struktural birokrasi seperti kepala sub
bagian,
kepala sub dinas, dan semacamnya tetapi tidak punya korps yag solid dan
terkesan kurang meningkatkan kualitas pribadi baik menyangkut kompetensi
tugas
maupun relasi antar profesi.
3.
Instusi
yang memakai guru seperti pemerintah, yayasan pendidikan dan organisasi
kemasyrakatan yang mengurus pendidikan. Mereka ini sebagai pemegang
kebijakan
membangun sistem pendidikan dimana posisi guru dan pembelajaran
disekolah masih
terpojokkan, sehingga otonomi guru melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya
dalam pembelajaran belum memadai.
Sebagai implikasinya
diantara guru
ragu-ragu untuk melaksankan tugas profesionalnya secara sungguh-sungguh,
mereka
hanya menjalankan tugas sesuai waktu dan jatah kerjayang diesdiakan yang
bersifat rutin belaka. Tantangan dan saingan tersebut sesungguhnya
tidakdapat
dibiarkan berlanjut, karena itu secara sistem sebagai keijakan nasional
harus memaksa
profesi kependikan dan guru mereformasi sikap dan prilakunya. Kemudian
secara
pribadi didukungoleh korps guru secara gigih memperjuangkan hak-haknya
sehingga
tidak digarap oleh orang lain yang sesungguhnya bukan profesi
kependidikan.
Secara internal membangun kekompakan profesi dan meningkatkan kemampuan
profesi
yang lebih berwibawa (Sagala, 2008: 204-205).
D.
Kompetensi Guru
Kompetensi adalah kelayakan untuk
menjalankan tugas, kemampuan sebagai satu faktor penting bagi guru oleh
karena
itu kualitas dan produktifitas kerja guru harus mampu memperlihatkan
perbuatan
profesional yang bermutu kemampuan atau kompetensi guru harus
memperlihatkan
prilaku yang memungkinkan mereka menjalankan tugas profesional
dengancara yang
paling dinginkan, tidak sekedar menjalankan kegiatan pendidikan bersifat
rutinitas (Sagala; 2008: 209).
Pada
tahun 70-an, Menurut (Suparlan, 2005) Direktorat Tenaga Teknis dan
Pendidikan
Guru (Dikgutentis) merumuskan sepuluh kompetensi guru, yakni:
(1) memiliki kerpibadian
sebagai
guru,
(2) menguasai landasan
kependidikan,
(3) menguasai bahan
pelajaran,
(4) Menyusun program
pengajaran,
(5) melaksanakan proses
belajar
mengajar,
(6) melaksanakan proses
penilaian
pendidikan,
(7) melaksanakan
bimbingan,
(8) melaksanakan
administrasi sekolah,
(9) menjalin kerja sama
dan
interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat,
(10) melaksanakan
penelitian
sederhana.
Pada tahun 2003,
Direktorat Tenaga
Kependidikan (nama baru Dikgutentis) telah mengeluarkan Standar
Kompetensi Guru
(SKG), yang terdiri atas tiga komponen yang saling kait mengait, yaitu:
(1) pengelolaan
pembelajaran,
(2) pengembangan
potensi, dan
(3) penguasaan akademik,
yang
dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian sebagai guru.
Ketiga komponen
kompetensi tersebut
dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dsasar, yaitu:
a.
Penyusunan
rencana pembelajaranb.
b.
Pelaksanaan
interaksi belajar mengajar,
c.
peniliaian
prestasi belajar peserta didik,
d.
pelaksanaan
tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik
e.
pengembangan
profesi,
f.
pemahaman
wawasan kependidikan, dan
g.
penguasaan
bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).
Ketujuh
kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur dengan seperangkat indikator
yang
telah ditetapkan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Profesi adalah suatu jabatan atau
pekerjaan yang menuntut keahlian (experties) dari para anggotanya. Dalam
pembahasan ini profesi terbagi atas; 1. Profesi sebagai pengajaran.
2. Profesi Keguruan
(Profesionalisme profesi keguruan, Otoritas profesional guru, Kebebasan
akademik, dan tanggung jawab moral).
3.
Otonomi Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru (orang luar, orang
dalam
sendiri dan pemerintah), dan
4. Kompetensi Guru.
B. Saran
Kami sadar
dalam penyusunan makalah
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu saran dan bimbingan dari para bapak ibu dosen selaku
pembina,kami harapkan demi kesempurnaan karya penulis selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sagala, Syaiful. 2008. Admistrasi Pendididkan Kontemporer. Bandung: Alfabeta,
CV.
Saud, Udin Syaefudin. 2009. Pengembangan
Profesi
Guru. Bandung: Alfabeta, CV.
0 comments:
Posting Komentar