Ilmu sosial dan budaya dasar
A. Ilmu Sosial Dasar
1. Pengertian Ilmu
sosial dasar
lmu
Sosial Dasar (ISD) membicarakan hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungannya. Hubungan ini dapat diwujudkan kenyataan sosial dan kenyataan
sosial inilah yang menjadi titik perhatiannya. Dengan Demikian Ilmu Sosial
Dasar memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep-konsep
yang dikembangkan untuk melengkapi gejala-gejala sosial agar daya tanggap,
persepsi, dan penalaran kita dalam menghadapi lingkungan sosial. Ilmu sosial
bukanlah suatu bidang keahlian ilmu-ilmu sosial tertentu, seperti politik(yang
mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)), antropologi
(yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang
mempelajari segi kebudayaan masyarakat), , tetapi menggunakan
pengertian-pengertian berasal dari berbagai bidang ilmu sosial seperti ilmu
politik, sosiologi, sejarah dan sebagainya.
2. Tujuan Ilmu Sosial Dasar
Ilmu
Sosial Dasar Bertujuan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian
agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas.
3. Masalah Sosial dan Ilmu Sosial Dasar
Dalam
kehidupan manusia yang bersetatus sebagai makhluk sosial, manusia selalu
dihadapkan pada berbagai masalah sosial. Masalah sosial pada hakikatnya
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena
masalah sosial telah terwujud sebagai hasil kebudayaan manusia itu sendiri,
sebagai akibat dari hubungan-hubungannya dengan sesama manusia lainnya.
Masalah-masalh sosial pada setiap masyarakat manusia berbeda satu sama lain
karena adanya tingkat perkembangan kebudayaan dan masyarakatnya yang berbeda
serta lingkungan alamnya. Masalh-masalh tersebut terwujud sebagai: masalah
sosial, masalah moral, masalah politik, masalah agama mdan masalah lainnya.
Yang
membedakan masalah-masalah sosial dari masalah lainnya adalah masalah-masalah
sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan
pranata-pranata sosial, serta selalu ada kaitannyadengan hubungan-hubungan
manusia dan dengan konteks normatif dimana hubungan-hubungan manusia itu
terwujud
Pengertian
masalah sosial ada dua, pertama pendefinisian menurut umum dan kedua menurut
para ahli. Menurut umum atau warga msyarakat bahwa segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan umum adalah masal;ah sosial. Menurut para ahli masalah
sosial adalah suatu kondosi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat
yang berdasarakan studi mereka yang mempunyai sifat dapat menimbulkan kekacauan
terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan.
lmu
sosial dasar bukanlah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,
tetapi hanyalah suatu pengetahuan mengenai aspek yang paling dsasar yang ada
dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan maslah-masalah yang terwujud
daripadanya. Istilah pengetahuan mempunyai engetahuan yang menunjuan adanya
kelonggaran dalam batas dan kerangka berfikir dan penalaran, maka istilah ilmu
pengetahuan telah digunakan karena mencakup suetu pengertian mengenai suatu
sistem berfikir dan penalaran yang mempunyai suatu kerangaka pendekatan
mengenai masalah-masalah yang menjadi asasaran perhatiannya.
Ilmu
sosial dasar menyajikan suatu pemahaman mengenai hakikat manusia sebagai
makhluk sosial dam masalah-malahnya dengan menggunakan suatu kerangka
pendekatan yang melihat sasaran studinya tersebut sebagai suatu masalah
obyektif dan juga menggunakan kacamata subyetif. Dengan menggunakan kacamata
obyektif, berarti konsep-konsep dan teori-teori berkenaan dengan hakikat manusia
dan masalah-masalahnya yang telah dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosila akan
digunakan sedangkan dengan menggunakankacamata subyektif, maka masalah-masalah
yang dibahas tersebut akan dikaji menurut perspektif masyarakat yang
bersangkutan, dan yang dibandingkan dengan pengkaji ilmu sosial dasar.
Diharapkan dengan gabungan kacamata obyektif dan subyektif ini, akan mewujudkan
adanya kepekaan mangenai masalah-masalah sosial yang disertai denagn penuh rasa
tanggung jawab dalam kedudukannya sebagai warga masyarakat ilmiah, warga
masyarakat dan negara Indonesia.
4. Kebudayaan, Masyarakat, dan
Masalah-Masalah Sosial
Kebudayaan
didefinikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami dan menginterpratasiakan lingkungan dan pengalamannya,
serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah lakunya. Kebudayaan dalam hal
ini dapat dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi kalakuan dan tindakan-tindakan
sosial manusia.
Lebih
lanjut bahwa kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini
kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti
perasaa-perasaan dan emosi-emosi serta menjadi sumber bagi sistem penilaian
mengenai hal yang baik dan yang buruk, berharga atau tidak berharga. Sedangakan
masyarakat dapat didefinikan sebagai suata sistem yang terdiri atas
peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaiatan dan
salingpengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana tindakan-tindakan dan tingkah laku
sosial manusia diwujudkan.
B. Individu, Keluarga dan
Masyarakat
1. INDIVIDU
Individu
adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam
lingkungan sosialnya,malainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah
laku spesifik dirinya. Terdapat tiga aspek yang melekat sebagai persepsi terhadap
individu, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis-rohaniah, dan
aspek-sosial yang bila terjadi kegoncangan pada suatu aspek akan membawa akibat
pada aspek yang lainnya. Individu dalam tingkah laku menurut pola pribadinya
ada 3 kemungkinan: pertama menyimpang dari norma kolektif kehilangan
individualitasnya, kedua takluk terhadap kolektif, dan ketiga memengaruhi
masyarakat (Hartomo, 2004: 64).
Individu
tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu masyrakat yng menjadi latar
belakang keberadaanya. Individu berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya
untuk membentuk perilakunya yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang
sesuai dengan perilaku yang telah ada pada dirinya.
Manusia sebagai
individu salalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus
mematangkannya untuk menjadi pribadi yang prosesnya memerlukan lingkungan yang
dapat membentuknya pribadinya. Namun tidak semua lingkungan menjadi faktor
pendukung pembentukan pribadi tetapi ada kalanya menjadi penghambat proses pembentukan
pribadi.
a. Pertumbuhan Individu
Terdapat
tiga aliran konsep pertumbuhan yaitu:
·
Aliran asosiasi: pertumbuhan merupakan suatu proses
asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara bertahap karena
pengaruh baik dari pengalaman luar melalui panca indra yang menimbulkan
senssation maupun pengalaman dalam mengenal batin sendiri yang menimbulkan
reflexions.
·
Aliran psikologi gestalt: pertumbuhan adalah proses
diferensiasi yaitu proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam
mengenal sesuatu. Pertama mengenal secara keseluruhan, baru kemudian mengenal
bagian demi bagian dari lingkungan yang ada.
·
Aliran sosiologi: pertumbuhan merupakan proses
perubahan dari sifat mula-mula yang asosial dan social kemudian tahap demi
tahap disosialisasikan.
b. Faktor – faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan
·
Pendirian Nativistik yaitu Pertumbuhan individu
semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
·
Pendirian Empiristik dan Envinronmentalistik yaitu
Pertumbuhan individu semata-mata tergantung kepada lingkungan sedangkan dasar
tidak berperanan sama sekali.
·
Pendirian Konvergensi dan Interaksionisme yaitu
Interaksi antara dasar dan linkunagan dapat menentukan pertumbuhan individu.
c. Tahap pertumbuhan
Individu berdasarkan Psikologi
Fase-fasenya,
antara ain :
-
masa vital
-
masa estetik
-
masa intelektual
-
masa sosial
2. KELUARGA
Keluarga
berasal dari bahasa sansekerta kula dan warga “kulawarga” yang berarti
“anggota” “kelompok kerabat”. Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang
yang masih memiliki hubungan darah, bersatu.
Keluarga
inti(”nuclear family”) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Keluarga merupakan unit satuan
masyarakat terkecil sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.
Menurut
Sigmund Freud, keluarga terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita.
Sedangkan menurut Durkhem, keluarga adalah lembaga social sebagai hasil
factor-faktor politik, ekonomi, dan lingkungan.
Secara umum dapat
dikatakan bahwa keluarga merupakan atau kelompok orang yang mempunyai hubungan
darah dan perkawinan. Terdiri dari:
·
Keluarga nuklir/inti/batih (nuclear family) :
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
·
Keluarga tua (extended family) : Keluarga
kekerabatan yang terdiri dari 3 atau 4 keluarga batih yang terikat oleh hubungan
orang tua anak atau saudara kandung oleh suatu tempat tinggal bersama yang
besar..
Beberapa
fungsi keluarga adalah (Narwoko dan Suyanto, 2004, p. 214-217) :
1.
Fungsi Pengaturan Keturunan
Dalam
masyarakat orang telah terbiasa dengan fakta bahwa kebutuhan seks dapat
dipuaskan tanpa adanya prekreasi (mendapatkan anak) dengan berbagai cara,
misalnya kontrasepsi, abortus, dan teknik lainnya. Meskipun sebagian masyarakat
tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat
setuju bahwa keluarga akan menjamin reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini
merupakan hakikat untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan
sosial manusia dan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis saja. Fungsi ini
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sosial, misalnya dapat melanjutkan
keturunan, dapat mewariskan harta kekayaan, serta pemeliharaan pada hari
tuanya.
Pada
umumnya masyarakat mengatakan bahwa perkawinan tanpa menghasilkan anak
merupakan suatu kemalangan karena dapat menimbulkan hal-hal yang negatif.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa semakin banyak anak semakin banyak
mendapatkan rezeki, terutama hal ini dianut oleh orang-orang Cina dan
dihubungkan dengan keagamaan, karena semakin banyak anak semakin banyak yang
memuja arwah nenek moyangnya.
2.
Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan
Fungsi
ini untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga
terbentuk personality-nya. Anak-anak lahir tanpa bekal sosial, agar si anak
dapat berpartisipasi maka harus disosialisasi oleh orang tuanya tentang
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Jadi, dengan kata lain, anak-anak harus
belajar norma-norma mengenai apa yang senyatanya baik dan tidak layak dalam
masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka anak-anak harus memperoleh standar tentang
nilai-nilai apa yang diperbolehkan dan tidak, apa yang baik, yang indah, yang
patut, dsb. Mereka harus dapat berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya
dengan menguasai sarana-sarananya.
Dalam
keluarga, anak-anak mendapatkan segi-segi utama dari kepribadiannya, tingkah
lakunya, tingkah pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosionalnya. Karena itulah
keluarga merupakan perantara antara masyarakat luas dan individu. Perlu
diketahui bahwa kepribadian seseorang itu diletakkan pada waktu yang sangat
muda dan yang berpengaruh besar sekali terhadap kepribadian seseorang adalah
keluarga, khususnya seorang ibu.
3.
Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi
Urusan-urusan
pokok untuk mendapatkan suatu kehidupan dilaksanakan keluarga sebagai unit-unit
produksi yang seringkali dengan mengadakan pembagian kerja di antara
anggota-anggotanya. Jadi, keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinir
dalam produksi ekonomi. Ini dapat menimbulkan adanya industri-industri rumah
dimana semua anggota keluarga terlibat di dalam kegiatan pekerjaan atau mata
pencaharian yang sama. Dengan adanya fungsi ekonomi maka hubungan di antara
anggota keluarga bukan hanya sekadar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk
melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem
hubungan kerja. Suami tidak hanya sebagai kepala rumah tangga, tetapi juga
sebagai kepala dalam bekerja. Jadi, hubungan suami-istri dan anak-anak dapat
dipandang sebagai teman sekerja yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan dalam kerja sama. Fungsi ini jarang sekali terlihat
pada keluarga di kota dan bahkan fungsi ini dapat dikatakan berkurang atau
hilang sama sekali.
4.
Fungsi Pelindung
Fungsi
ini adalah melindungi seluruh anggota keluarga dari berbagai bahaya yang
dialami oleh suatu keluarga. Dengan adanya negara, maka fungsi ini banyak
diambil alih oleh instansi negara.
5.
Fungsi Penentuan Status
Jika
dalam masyarakat terdapat perbedaan status yang besar, maka keluarga akan
mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap-tiap
anggota keluarga mempunyai hak-hak istimewa. Perubahan status ini biasanya
melalui perkawinan. Hak-hak istimewa keluarga, misalnya menggunakan hak milik
tertentu, dan lain sebagainya. Jadi, status dapat diperoleh melalui assign
status maupun ascribed status. Assign Status adalah status sosial yang
diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak
lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya
seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dsb. Sedangkan
Ascribed Status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis
kelamin, ras, kasta, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
6.
Fungsi Pemeliharaan
Keluarga
pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggotanya yang sakit, menderita,
dan tua. Fungsi pemeliharaan ini pada setiap masyarakat berbeda-beda, tetapi
sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban khusus
terhadap anggotanya bila mereka tergantung pada masyarakat. Seiring dengan
perkembangan masyarakat yang makin modern dan kompleks, sebagian dari
pelaksanaan fungsi pemeliharaan ini mulai banyak diambil alih dan dilayani oleh
lembaga-lembaga masyarakat, misalnya rumah sakit, rumah-rumah yang khusus
melayani orang-orang jompo.
7.
Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan kasih sayang
atau rasa dicintai. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa kenakalan yang
serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama sekali tidak pernah
mendapatkan perhatian atau merasakan kasih sayang. Di sisi lain, ketiadaan
afeksi juga akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk bertahan hidup.
3. MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki
tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam
lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang
dapat menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat
membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Menilik
kenyataan di lapangan,suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa.
Bisa juga berlatar belakang suku.Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu
masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju
(masyarakat modern).
Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana
(primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin.
Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpngkal tolak dari
kelemahan dan kemampuan fisik antara
seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan alam yang buaspada saat itu.
Kaum pria melakukan pekerjaan yang berat-berat seperti berburu, menangkap ikan
di laut, menebang pohon, berladang dan berternak. Sedangkan kaum wanita
melakuakan pekerjaann yang ringan-ringan seperti mengurus rumah tangga,
menyusui dan mengasuh anak-anak ,merajut, membuat pakaian, dan bercocok tanam.
Masyarakat Maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok
sosial, atau lebih dikenal dengan kelompok organisasi kemasyarakatan yang
tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan
dicapai. Organisasi kemasyarakatan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
terbatas sampai pada cakupan nasional, regional maupun internasional.
Dalam
lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non
industri dan masyarakat industri.
a. Masyarakat Non
Industri
Secara
garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri
dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
·
Kelompok primer
Dalam
kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat,
lebih akrab. Kelompok primer ini juga disebut kelompok “face to face group”,
sebab para anggota sering berdialog bertatap muka. Sifat interaksi dalam
kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian
kerja dan tugas pada kelompok menenerima serta menjalankannya tidak secara
paksa, namun berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab para anggota secara
sukarela. Contoh-contohnya : keluarga, rukun tetangga, kelompok agama, kelompok
belajar dan lain-lain.
·
Kelompok sekunder
Antaran
anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga
kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu sifat interaksi, pembagian kerja,
antaranggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasiomnal dan
objektif.
Para
anggota menerima pembagian kerja/tugas berdasarkan kemampuan dan keahlian
tertentu, disamping itu dituntut pula dedikasi. Hal-hal tersebut dibutuhkan
untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam
program-program yang telah sama-sama disepakati. Contohnya: partai politik,
perhimpunan serikat kerja/buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Kelompok sekunder dapat dibagi dua yaitu :
kelompok resmi (formal group) dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti
perbedaan yang terjadi adalah kelompok tidak resmi tidak berststus resmi dan
tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) seperti
lazim berlaku pada kelompok resmi.
b.
Masyarakat Industri
Durkheim
mempergunakan variasi pembagian kerja sebagi dasar untuk mengklarifikasikan
masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya, tetapi ia lebih cenderung
memergunakan dua taraf klarifikasi, yaitu sederhana dan yang kompleks.
Masyarakat yang berada di antara keduanya daiabaikan (Soerjono Soekanto, 1982
:190).
Jika
pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat
bertambah tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan
antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi
sejenis juga menjadi cirri dari bagian/kelompok-kelompok masyarakat industri
dan diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara
mandiri, sampai pada batas-batas tertentu. Laju pertumbuhan industri-industri
berakibat memisahkan pekerja dengan majikan menjadi lebih nyata dan timbul
konflik-konflik yang tak terhindarkan,
kaum pekerja membuat serikat-serikat kerja/serikat buruh yang diawali
perjuangan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah. Terlebih setelah kaum
industralis mengganti tenaga manusia dengan mesin.
4. INTERAKSI ANTARA
INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
Seorang individu barulah individu apabila pola prilakunya yang
khas dirinya diproyeksikan pada suatu lingkungan social yang disebut
masyarakat.
Gambaran
mengenai relasi individu dengan lingkungan sosialnya:
a)
relasi individu dengan dirinya
b)
relasi individu dengan keluarga
c)
relasi individu dengan lembaga
d)
relasi individu dengan komunitas
e)
relasi individu dengan masyarakat
f)
relasi individu dengan nasional
C. HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN
KEBUDAYAAN
Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah
aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan
yang sangat erat. Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan
apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan
eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan
masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya.
Di samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu
untuk mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam
hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu
mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula
individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan
kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan
lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu
mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai
hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang
mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili oleh Spencer,
Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum bisa dikatakan
sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya individu yang
mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut individu.
Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya
dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
Referensi
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto,
Bagong. 2004. Sosialogi; Teks Pengantar
dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Ritzer, George dan Goodmen. 2004. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke enam.
Jakarta:Kencana.
Soekanto, Soeryono. 2002. Sosiologi. Jakarta: Rajawali press.
0 comments:
Posting Komentar