Antropologi dan Astronomi
Nhingz, BLOG--Sudah sejak
berabad-abad orang melihat benda-benda langit seperti matahri, bulan, planet,
dan bintang berubah-ubah kedudukannya bila dilihat dari suatu tempat di bumi.
Perubahan ini tidak terjadi secara acak, tetapi berlangsung dengan pola dan
irama tertentu. Setiap hari orang melihat benda langit terbit di timur dan
tenggelam di barat. Siang berganti malam dan malam berganti siang.
Perubahan
kedudukan benda langit yang berpola dan berirama teratur karena irama dan
polanya yang tetap itu , orang dapat meramalkan kapan suatu peristiwa di langit
akan berulang kembali. Orang mengetahui kapan suatu gerhana akan terjadi. Saat
terlihatnya rasi bintang tertentu dapat digunakan sebagai pedoman waktu
bercocok tanam.
Namun pada
abad-abad yang telah silam itu tak ada orang yang tahu apakah sebenarnya benda
langit yang mereka amati itu. Semuanya itu masih rahasia kelam bagi mereka. Ilmu
pengetahuan berkembang, rasa ingin tahu manusia pun bertambah. Orang tidak puas
sekedar mengikuti aneka gerak di langit itu. Dengan ditunjang perkembangan ilmu
pengetahuan, terutama fisika dan matematika, orang berusaha mengetahui hakekat
fisis benda tersebut. Dan yang penting pula, mereka ingin megetahui bagaimana
benda langit itu terbentuk dan berkembang.
Pembahasan
Jika kita mengamati langit malam di tempat yang jauh dari terangnya kota, kita akan melihat beberapa ribu bintang dengan mata telanjang. Bintang-bintang itu terlihat berubah kecerlangannya dari waktu ke waktu, yang kita sebut berkelap-kelip (twinkling). Kelap-kelip itu terjadi karena udara yang bergerak pada atmosfer Bumi
JIka kita melihat ke langit dengan
menggunakan teleskop, maka kita akan melihat bintang-bintang dalam jumlah yang
lebih banyak dan lebih terang, tetapi bintang-bintang tersebut tidak bertambah
besar wujudnya. Dengan mata telanjang sebuah bintang terlihat seperti titik,
dan dengan teleskop bintang tersebut masih akan terlihat berupa titik yang
terang.
Ini
disebabkan karena jarak bintang-bintang itu sangat jauh dari kita. Tidak
demikian halnya jika kita melihat planet. Dengan teleskop, sebuah planet akan
terlihat seperti piringan berpola, karena jaraknya yang relative dekat dengan
kita.
CAHAYA
ALLAH berfirman dalam dalam Surah ke-25 Al
Furqaan ayat 61:
{س} تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاء بُرُوجاً وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجاً وَقَمَراً مُّنِيراً -٦١-
Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.
Telah menciptakan jutaan atau bahkan milyaran atau bahkan lebih banyak bintang dalam langit ciptaan-NYA. Kumpulan bintang-bintang kemudian kita sebut dengan nama “galaksi (galaxy)”. Terdapat banyak galaksi yang hanya ALLAH saja yang tahu jumlahnya.
Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.
Telah menciptakan jutaan atau bahkan milyaran atau bahkan lebih banyak bintang dalam langit ciptaan-NYA. Kumpulan bintang-bintang kemudian kita sebut dengan nama “galaksi (galaxy)”. Terdapat banyak galaksi yang hanya ALLAH saja yang tahu jumlahnya.
Dengan berkembangnya ilmu pengtahuan, maka kita dapat melihat dan
mengetahui jumlah bintang serta benda-benda langit lainnya yang telah Allah
ciptakan di alam semesta ini. Astronomi
ilmu yang mengamati keadaan luar angkasa (tatasurya), ilmu yang melibatkan
pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya.
Pasti
muncul pertanyaan dalam pikiran kita bagaimana caranya para astronom
mendapatkan informasi tentang keberadaan obyek langit dan fenomena-fenomena
lain yang terjadi di alam semesta, padahal mereka tidak dapat melakukan
eksperimen dengan benda yang dipelajarinya itu?
Kalau kita pelajari Biologi, dan kita
hendak menyelidiki anatomi katak, maka dengan mudah kita dapat mencari katak
untuk kemudian dibawa ke laboratorium. Tapi kalau kita belajar astronomi, kita
dapat membawa obyek-obyek itu pun sangat besar. Satu-satunya penghubung antara
benda langit dengan manusia adalah cahaya benda langit tersebut yang dapat
samapai ke permukaan Bumi. Dari cahaya itulah para astronomi mendapatkan
informasi tentang benda langit yang memancarkannya dan tentang medium yang
dilewati cahaya itu.
Setiap
benda langit yang memiliki cahayanya sendiri pasti memancarkan gelombang
elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik itu terdapat dalam berbagai panjang
gelombang spectrum. Tetapi tidak semua panjang gelombang itu dapat sampai ke permukaan Bumi, karena atmosfer Bumi menyerap
atau memantulkan gelombang itu.
Mata kita bisa melihat sebuah benda (baik
benda yang ada di sekeliling kita maupun benda-benda langit yang jauh) karena
benda tersebut mampu memancarkan ataupun memantulkan cahaya dalam range panjang
gelombang tampak (visible light) yaitu antara 3800 Angstrom (3800 Ǻ ) hingga 6300 Angstrom (6300 Ǻ ).
Dengan cahaya merah sebagai cahaya dengan panjang gelombang terpanjang namun
dengan energi terlemah, dan biru sebagai gelombang terpendek namun memiliki
tingkat energi tertinggi.
Yang dapat dapat menembus atmosfer Bumi hanya
beberapa diantaranya adalah cahaya kasatmata atau gelombang optik dan gelombang
radio. Gelombang optik mempunyai panjang gelombang antara 3.800-7.500
angstrom (Angstrom adalah satuan untuk panjang gelombang, 1 Angstrom = 10
m) dan terdiri dari berbagai warna : merah, jingga, kuning,
hijau, biru, dan ungu. Atmosfer Bumi dapat ditembus gelombang optic hingga
cahaya itu sampai permukaan Bumi. Angkasa seperti itu disebut jendela optik, karena kita dapat
melihat angkasa luar melalui jendela itu. Gelombang lain yang dapat diteruskan
oleh atmosfer Bumi adalah gelombang radio, dengan panjang gelombang mulai dari
beberapa millimeter sampai orde 20 meter. Atmosfer Bumi tempat dengan sifat
seperti itu dinamakan jendela radio.

Kita
di Bumi tentu saja membutuhkan instrumentasi untuk menangkap
gelombang-gelombang tersebut, yaitu dengan teleskop. Dengan mata telanjang kita
bisa melihat sekitar 5.000 buah bintang; tetapi dengan bantuan teleskop yang
bergaris tengah 10 cm saja, jumlah bintang yang kita lihat biasa mencapai dua
juta buah. Apalagi bila digunakan teleskop raksasa bergaris tengah 5 m seperti
terdapat di Mounth Palomar, jumlah bintang yang dapat dilihat ditaksir lebih
dari semilyar.
Pada awal penemuannya, teleskop hanya bisa
mendeteksi pantulan cahaya yang berada dalam range visible light,karena memang
pengamtan masih murni menggunakan mata dan belum menggunakan alat bantu seperti
sekarang ini. Teleskop-teleskop tersebut menggunakan lensa cembung untuk
meng-collect cahaya pantul dari objek yang diamati. Cara kerja teleskop ini
cukup klasik , yaitu dengan memfokuskan cahaya yang diperoleh ke suatu pelat
sehingga image yang muncul bisa langsung dianalisis .
Untuk menangkap gelombang optik, kita
menggunakan teleskop optik. Penggunaan teleskop optik untuk mengamati benda
langit pertama kali dilakukan oleh Galileo Galilei, seorang astronom Italia
pada tahun 1609. Semua teleskop di Observatotium Bosscha adalah teleskop optik.
Gambar 1. Atas: Cassegrain
merancang teleskop reflektor yang menggunakan cermin cembung sebagai cermin
sekunder, sehingga dapat “melipat” titik api cermin primer. Bawah: Rancangan
Cassegrain sangat berguna dalam membuat teleskop menjadi semakin compact dan
portabel, sehingga banyak digunakan oleh produsen teleskop portabel.
Untuk menangkap gelombang radio,
digunakanlah teleskop radio. Teleskop radio ini pertama kali dikembangkan oleh
Karl Jansky pada tahun 1930-an. Gambar 2 adalah teleskop radio yang ada di
Arecibo, Puerto Rico dengan diameter 305 meter.
Gambar
2 teleskop radio Puerto Rico
Pengamatan yang dapat dilakukan di
permukaan Bumi terbatas pengamatan untuk pancaran optik dan radio. Informasi
yang didapatkan dari kedua jenis pancaran itu tentu saja sangat terbatas. Para
astronom berusaha mengamati jenis pancaran lainnya, seperti gelomabng
inframerah, ultraviolet, sinar-x, sinar-g, dan lain-lain. Karena gelombang itu tidak dapat diamati dari
permukaan Bumi, maka yang harus dilakukan adalah membawa peralatan ke luar
atmosfer Bumi, yaitu dengan perantaraan balon, roket atau satelit. Contohnya
adalah satelit Uhuru yang diluncurkan pada tahun 1970 untuk pengamatan
astronomi sinar-x; satelit IUE (International
Ultraviolet Explorer) pada tahun 1978 untuk pengamatan sinar ultraviolet,
dan IRAS (Infra Red Astronomical Satelitte)
yang diluncurkan pada tahun 1983 untuk
pengamatan sinar infra merah. Dengan diluncurkan berbagai satelit ini, kita
memperoleh informasi yang makin lengkap mengenai jagat raya beserta seluruh
isinya dalam seluruh rentang spectrum.
Dalam evolusinya teleskop tidak hanya mampu
mendeteksi cahaya dalam range visible light saja , namun juga
gelombang-gelombang cahaya tak tampak. Hal ini tentu menggembirakan karena
memang ada beberapa objek yang sangat jauh dan memiliki magnitude yang sangat
besar sehingga sulit terdeteksi dengan mata telanjang
Dengan munculnya teleskop radio yang mampu
mendeteksi gelombang cahaya yang berada dalam range gelombang radio. kemudian
diikuti dengan teleskop sinar gamma dan sinar X, yang panjang gelombangnya jauh
lebih kecil.namun apa perbedaan penggunaan dari satu jenis teleskop dengan yang
lain ?
Untuk
menjawabnya perhatikan gambar di bawah ini
Gambar tersebut menggambarkan kemampuan
“penetrasi” gelombang elektromagnetis terhadap lapisan atmosfir bumi. Makin
tinggi nilai opacity atmosfernya , maka gelombang tersebut makin sulit menembus
atmosfer sehingga solusi terbaiknya adalah dengan “menampungnya” dari luar
angkasa. Dan bila opacitynya rendah, berarti pantulan gelombang elektromagnetis
tersebut makin mudah diobserve via stasium pengamatan di bumi.
Dari gambar diatas Nampak bahwa panjang
gelombang 0,1 nanometer sampai 100 nanometer sulit menembus atmosfer sehingga
untuk mengamati sebuah objek angkasa yang panjang gelombangnya berada di range
itu , hanya bisa dengan menggunakan stasiun pengamatan yang diletakkan di luar
angkasa (seperti teleskoip Hubble ). Untuk objek angkasa dengan panjang
gelombang 10 cm sampai 10 meter , penetrasinya mampu menembus atmosfer dengan
sempurna sehingga pengamatan objek angkasa tersebut bila dilakukan dari bumi
akan baik-baik saja.
Maka bisa disimpulkan bahwa penggunaan
teleskop jenis yang satu dengan lainnya bergantung pada panjang gelombang
cahaya yang akan dideteksi olehnya. Sebuah contoh, Bila suatu objek angkasa
memiliki panjang gelombang dalam skala sinar gamma (panjang gelombang pendek)
maka mustahil kita bisa memakai teleskop cahaya tampak untuk mengobservasinya.
Itu artinya kita harus menggunakan teleskop luar angkasa untuk
mengidentifikasinya.
Di worldwide telescope (WWT) , kita bisa
melihat objek-objek langit dalam berbagai macam panjang gelombang. Kita bisa
mengamati objek-objek yang ada di range radio wave sampai sinar gamma. Bahkan
WWT juga bisa menggunakan hydrogen-alpha (H-Alpha) yang bisa mendeteksi
aktivitas-aktivitas objek langit dengan kecepatan tinggi.
Di atas adalah snapshot beberapa jenis cara
melihat sebuah objek langit dengan WWT. Komplit sekali,bukan ? WWT benar-benar
memberikan fungsionalitas lengkap sebuah teleskop kelas dunia ke dalam PC anda.
Jika kita klasifikasikan , tipe-tipe pencitraan di WWT bisa dikelompokkan ke
dalam beberapa kategori yang dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Venus dilihat dari pandangan optical (optical View)
Gambar4 Bintang NGC-281 dilihat dengan menggunakan View Radio
Gambar 5 Bintang NGC 2153 dilihat dengan pandangan sinar X
Gambar 6 Bintang NGC 1198 dilihat dengan
pandangan inframerah
Gambar 7 Bintang NGC 6881 dilihat dengan pandangan Gelombang
Microwave,
Gambar 8 NGC 2645 dilihat
dengan Hidrogen Alpha View
Gambar 9 NGC 1502 dilihat dengan sinar
gamma
ASTRONOMI DAN ASTROLOGI
Banyak
orang yang salah kaprah menyamakan ilmu astronomi dengan astrologi. Padahal
astrologi sama sekali tidak berhubungan dengan astronomi, kecuali dalam konteks
sejarah. Astrologi tidak mendapat tempat dalam ilmu Astronomi, karena
metodologi dan obyektifitasnya tidak sama. Sampai sekarang belum ada eksperimen
yang berhasil dilakukan untuk membuktikan bahwa astrologi itu ilmiah. Dari
sudut pandang ilmuan pada umumnya dan para astronom pada khususnya. Astrologi
itu tidak mempunyai makna lebih dan tidak mungkin dijelaskan dengan hukum
fisika yang selama ini kita anut untuk menerangkan hubungan sebab akibat. Orang
menghubung astrologi dengan astronomi hanya karena pada astrologi menggunakan
obyek astronomis untuk membuat ramalannya.
Astrologi
lebih dahulu dari Astronomi. Pada masa beberapa ribu tahun sebelum masehi itu
ilmu penggetahuan belum berkembang. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari para
petani dan penggembala pada masa itu telah mempelajari gerak semu Matahari dan
Bulan yang membantu mereka untuk mengetahui saat yang tepat untuk bercocok tanam
dan pergantian musim. Mereka melakukan astronomi praktis, meskipun pada saat
itu ilmu Astronomi belum dienal. Para astrolog juga tertarik pada keajaiban langit,
dan kemudian mereka berusaha menyimpulkan bahwa jika gerakan Matahari dan Bulan
mempengaruhi musim di Bumi, maka perubahn penampakan bintang-bintang juga dapat
mempengaruhi kehidupan manusia. Para astrolog ini menganggap dengan membaca
keadaan bintang-bintang di langit, maka mereka dapat meramal masa depan suatu
bangsa atau masa depan seseorang. Inilah yang disebut astrologi. Kedudukan para
astrolog pada saat itu sangat tinggi di sisi masyarakat, dan dapat mempengaruhi
perkembangan tatanan hidup.
Segala
catatan dan data statistik gerakan benda-benda langit dikumpulkan para praktisi
untuk diketahui manfaat religiusnya. Banyak dari catatan tersebut membuahkan
hasil yang mengagumkan, misalnya tentang perkiraan terjadinya gerhana. Dari
peninggalan bangunan keagamaan saat itu, dapat dilihat bahwa bentuk bangunan
maupun tempatnya dituntun oleh konsep langit sebagai pembawa pesan bagi
manusia. Menara tujuh tingkat di Mesopotamia merupakan salah satu contoh.
Menara ini ditujukan untuk pemujaan tujuh benda langit yang paling berpengaruh
pada kehidupan manusia. Benda langit tersebut yaitu Matahari, Bulan, dan 5 buah
“bintang”. “Bintang ini tidak lain adalah planet Merkurius, Venus, Mars,
Jupiter, dan Saturnus.
Astronomi
tenggelam pada kemegahan astrologi pada masa itu, karena segala perhitungan dan
pengamatan benda langit ditujukan untuk hal-hal religiuys yang mampu meramal
masa depan seseorang atau sutu bangsa. Baru sekitar 150 tahun sebelum masehi,
ahli-ahli astronomi bangsa Yunani benar-benar memisahkan astronomi dan
astrologi. Mereka melakukan pengamatan dan perhitungan lebih cermat dan
sistematik terhadap posisi benda-benda langit. Mereka menyumbangkan hasil yang
didapat untuk ilmu pengetahuan dan bukan untuk hal-hal yang bersifat takhayul.
Walaupun
sekarang Astronomi dan astrologi sudah terpisah dengan jelas, namun penamaan
rasi-rasi bintang dan planet dalam astrologi masih digunakan sampai sekarang.
Misalkan saja dari 88 rasi bintang yang ada dilangit, 12 nama rasi bintang
berasal dari nama astrologi.
Penutup
Dengan mata
telanjang pada langit yang cerah kita dapat melihat benda-benda langit berupa
planet, bintang, meteor, pada waktu-waktu tertentu komet, disamping matahari
dan bulan. Kemudian para ahli
astronomi bangsa Yunani melakukan pengamatan dan perhitungan lebih cermat dan
sistematik terhadap posisi benda-benda langit. Setiap
benda langit yang memiliki cahayanya sendiri pasti memancarkan gelombang
elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik itu terdapat dalam berbagai panjang
gelombang spectrum. Kita di Bumi tentu saja membutuhkan instrumentasi untuk
menangkap gelombang-gelombang tersebut, yaitu dengan teleskop. Teleskop merupakan sebuah perangkat optik
ideal untuk menjelajahi kedalaman semesta, juga mengamati benda-benda langit.
Namun dalam setiap penggunaan teleskop jenis yang satu dengan lainnya
bergantung pada panjang gelombang cahaya yang akan dideteksi olehnya.
Astrologi sama sekali tidak berhubungan
dengan astronomi.
Astrologi artinya ilmu perbintangan dalam arti untuk tujuan nujum (ramal-meramal) sedangkan astronomi ilmu yang mengamati keadaan luar angkasa (tatasurya) dengan kesimpulan bahwa astrologi itu non-ilmiah dan lebih ke metafisik.sedangkan astronomi itu ilmiah (scientific).
Astrologi artinya ilmu perbintangan dalam arti untuk tujuan nujum (ramal-meramal) sedangkan astronomi ilmu yang mengamati keadaan luar angkasa (tatasurya) dengan kesimpulan bahwa astrologi itu non-ilmiah dan lebih ke metafisik.sedangkan astronomi itu ilmiah (scientific).
DAFTAR
PUSTAKA
Adrianawisni, Ariasti, dkk. 1995. Perjalanan Mengenal Astronomi. Bandung:
ITB
http://4.bp.blogspot.com
http://ferrofa.net/?p=35
http://hanstt.files.wordpress.com
http://iful.unisri.ac.id
http://www.fisikanet.lipi.go.id
http://www.geocities.com
http://www.google.co.id
Sutantyo, Winardi. 1984. Astrofisika Mengenal Bintang. Bandung:
ITB
0 comments:
Posting Komentar